Analisa Dan Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Pasangan
Hidup Menurut Budaya Karo Dengan Menggunakan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sudah
menjadi hukum bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berbeda,
seorang perempuan dan seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain
untuk hidup bersama. Hidup bersama ini sangat penting didalam masyarakat.
Dengan akibat esensil ialah bahwa kalau kemudian pasangan ini dikaruniakan
anak-anak yang menjadi keturunan mereka dan terbentuk lah keluarga tersendiri. Perkawinan tidak dapat
terlepas dari hukum perkawinan yang berlaku
didalam suatu negara, tetapi hal ini tidak berarti bahwa sifat keseluruhan dari suatu perkawinan dapat
terlihat semua dalam peraturan hukum itu. Dalam hukum adat Karo perkawinan
tidak dipandang semata-mata urusan pribadi (private) tetapi sudah menjadi
masalah keluarga. Menikah alias kawin yang baik hanya dilakukan satu kali
seumur hidup dan kita akan terus hidup bersama dengan orang yang kita pilih
sebagai isteri kita beserta anak yang mungkin kita hasilkan dari pernikahan
itu. Memilih pasangan hidup yang tepat adalah salah satu bagian terpenting
dalam hidup dengan banyak aspek dan faktor kriteria pemilihan yang harus
dihitung dengan matang.
Di
dalam masyarakat Karo yang menganut patriahat (menurut garis
keturunan ayah) dilarang kawin menurut satu marga. Suatu perkawinan
biasanya didahului oleh suatu keadaan yang bersifat khusus yang lazim
disebut pertunangan lamaran atau permintaan dari keluarga laki-laki
kepada pihak keluarga perempuan. Dampak yang paling kelihatan akibat dari permasalahan diatas adalah timbulnya kebingungan dalam menentukan pilihan pada saat akan memutuskan untuk menikah. Dalam perancangan dan pembangunan aplikasi ini akan digunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process) untuk mengolah data-data dari bebereapa kriteria yang diinginkan. Dan untuk memudahkan dalam memasukkan kriteria yang diinginkan, maka penyampaian informasi dipresentasikan dengan menggunakan bahasa pemograman. Decision Support System atau sistem pendukung keputusan selain dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang ingin menikah, juga dapat membantu menyediakan berbagai alternatif yang dapat ditempuh dalam proses pengambilan keputusan.
keturunan ayah) dilarang kawin menurut satu marga. Suatu perkawinan
biasanya didahului oleh suatu keadaan yang bersifat khusus yang lazim
disebut pertunangan lamaran atau permintaan dari keluarga laki-laki
kepada pihak keluarga perempuan. Dampak yang paling kelihatan akibat dari permasalahan diatas adalah timbulnya kebingungan dalam menentukan pilihan pada saat akan memutuskan untuk menikah. Dalam perancangan dan pembangunan aplikasi ini akan digunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process) untuk mengolah data-data dari bebereapa kriteria yang diinginkan. Dan untuk memudahkan dalam memasukkan kriteria yang diinginkan, maka penyampaian informasi dipresentasikan dengan menggunakan bahasa pemograman. Decision Support System atau sistem pendukung keputusan selain dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang ingin menikah, juga dapat membantu menyediakan berbagai alternatif yang dapat ditempuh dalam proses pengambilan keputusan.
Ciri khas suatu DSS (Decision
Support System) adalah digunakan model yang salah satu fungsinya untuk
penyederhanaan masalah. AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty merupakan model hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan
adanya hirarki masalah kompleks atau tidak terstruktur dipecah dalam sub-sub
masalah kemudian disusun menjadi suatu bentuk hirarki. AHP (Analitycal Hierarchy Process) mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah
multikriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen
dalam hirarki. Berdasarkan dari hal tersebut diatas, maka penulis memutuskan
membuat judul ”Analisa Dan Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Pasangan
Hidup Menurut Budaya Karo Dengan Menggunakan Metode Analitycal
Hierarchy Process (AHP)”.
1.2. Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan dalam penyusunan Skripsi
ini adalah:
a. Bagaimana menerapkan metode AHP (Analitycal
Hierarchy Process) dalam pengerjaan suatu sistem pendukung keputusan.
b. Bagaimana metode ini mampu memberikan
kemudahan bagi calon suami istri dalam
mempertimbangkan dan mengambil suatu keputusan pada saat akan menikah menurut
adat Karo.
1.3. Batasan Masalah
Untuk menghindari
kesalahpahaman dan meluasnya pembahasan, maka penulis memfokuskan masalah yang
berkaitan dengan pemecahan masalah yaitu :
a. Metode yang digunakan untuk pemilihan pasangan
hidup berdasarkan beberapa kriteria dengan menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process).
b. Pasangan yang boleh menikah hanya menurut
adat Karo.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah :
a. Menganalisa proses pengambilan keputusan
dengan menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process).
b. Penyajian informasi yang lebih baik
sehingga memudahkan dalam proses pengolahan data dalam proses pengambilan
keputusan.
1.4.2.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari Skripsi ini adalah :
a. Sebagai acuan untuk memilih pasangan
hidup menurut Budaya Karo
b. Membantu memudahkan para calon suami istri dalam
menentukan calon yang akan mereka pilih sebagai suami, istri sesuai kriteria
yang mereka inginkan.
1.5. Metode Penelitian
Pada perancangan
sistem pendukung keputusan ini, metode penelitian yang digunakan adalah:
a. Pengamatan ke perpustakaan (library
research), yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku, mengumpulkan
bahan-bahan yang dapat membantu penulisan skripsi ini.
b. Literature, yaitu dengan mencari sumber-sumber pendukung
berupa artikel-artikel lengkap tentang
cara perancangan sistem pendukung keputusan melalui internet.
c. Konsultasi, yaitu dengan mendiskusikan serta
menanyakan secara langsung kepada dosen pembimbing.
1.6. Sistematika Penulisan
Bab I :PENDAHULUAN
Pada bab ini
penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat Skripsi,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II :LANDASAN
TEORI
Bab ini membahas
tentang teori yang berfungsi sebagai sumber atau alat bantu dalam memahami
permasalahan yang berkaitan dengan AHP (Analitycal
Hierarchy Process) dan teknik penyelesaiannya.
Bab III :ANALISA
DAN PERANCANGAN
Bab
ini membahas dan menguraikan tentang AHP (Analitycal
Hierarchy Process) serta perancangan sistem yang digunakan.
Bab IV :ALGORITMA
DAN IMPLEMENTASI
Bab ini
merupakan implementasi sistem yang akan menjabarkan mengenai desain
implementasi, cara pembuatan dan pengoperasian sistem.
Bab V :KESIMPULAN
DAN SARAN
Bab ini berisi
kesimpulan dari keseluruhan penulisan dan saran yang membantu dalam
pengembangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Decision Support System ( DSS)
Little (1970)
mendefenisikan DSS “ sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan
dan penilaian guna membantu para seseorang (manajer, dokter, dll) dalam
mengambil keputusan.” Dia menyatakan
bahwa untuk sukses, sistim tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol,
adaptif, lengkap dengan isu penting, dan mudah berkomunikasi.
Alter (1980)
mendefenisikan DSS dengan membandingkannya dengan sistem EDP (electronic data processing) tradisional
pada lima dimensi. Moore dan Chang (1980) berpendapat bahwa konsep struktur,
seperti yang banyak disinggung pada defenisi awal DSS (bahwa DSS dapat
menangani situasi semiterstruktur dan tidak terstruktur), secara umum tidaklah
penting; sebuah masalah dapat dijelaskan sebagai masalah terstruktur dan tidak
terstruktur hanya dengan memerhatikan si pengambil keputusan atau suatu situasi
spesifik (yakni keputusan terstruktur adalah terstruktur karena kita memilih
untuk memperlakukannya dengan cara seperti itu). Jadi mereka mendefenisikan DSS
sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu mendukung analisis data dan
pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan. Dan digunakan pada interval yang tidak
regular dan tak berencana.
Bonczek, dkk., (1980)
mendefenisikan DSS sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga
komponen yang saling berinteraksi; sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan
komunikasi antara pengguna dan komponen DSS lain), sistem pengetahuan (repositori
kemampuan domain masalah yang ada pada DSS entah sebagai data atau sebagai
prosedur), dan sistem pemrosesan masalah (hubungan antara dua komponen lainnya,
terdiri dari satu atau lebih kapabilitas manipulasi masalah umum yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan). Konsep-konsep yang diberikan oleh
definisi tersebut sangat penting untuk memahami hubungan antara DSS dan
pengetahuan.
Keen (1980) menerapkan istilah
DSS ”untuk situasi dimana sistem ’final’ dapat dikembangkan hanya melalui suatu
proses pembelajaran dan evolusi yang adaptif.” jadi, ia mendefinisikan DSS
sebagai suatu produk dari proses pengembangan di mana pengguna DSS, pembangun
DSS, dan DSS itu sendiri mampu mempengaruhi satu dengan yang lainnya, dan
menghasilkan evolusi sistem dan pola-pola penggunaan.
Defenisi-defenisi tersebut
diperbandingkan dan dikontraskan dengan memeriksa berbagai konsep yang
digunakan untuk mendefenisikan DSS. Tampaknya basis untuk mendefinisikan DSS
(misal dukungan pengambilan keputusan pada masalah terstruktur) dan dari
ide-ide mengenai bagaimana tujuan DSS dapat dicapai (misal komponen yang
diperlukan, pola penggunaan yang tepat, dan
proses pengembangan yang diperlukan).
Ada
beberapa jenis keputusan berdasarkan sifat dan jenisnya, menurut Herbet A. Simon :
1.
Keputusan Terprogram
Yaitu keputusan yang bersifat berulang dan rutin,
sedemikian sehingga suatu prosedur pasti telah dibuat untuk menanganinya.
2.
Keputusan Tak Terprogram
Yaitu keputusn yang bersifat baru, tidak
terstruktur dan jarang konsekuen. Tidak ada metode yang pasti untuk menangani
masalah tersebut.
Dalam
mengambil keputusan dibutuhkan adanya beberapa tahapan menurut Herbet A. Simon
tahapan dalam Sistem Pengambilan Keputusan (SPK) terdapat empat tahap diantaranya
:
a.
Kegiatan Intelijen
Yakni kegiatan yang berorientasi untuk
memaparkan masalah, pengumpulan data dan informasi, serta mengamati lingkungan mencari kondisi-kondisi yang
perlu diperbaiki.
b.
Kegiatan Merancang
Yakni kegiatan yang berorientasi untuk
menemukan, mengembangkan dan menganalisis berbagai alternatif tindakan yang
mungkin.
c.
Kegiatan Memilih
Yakni kegiatan yang berorientasi untuk
memilih satu rangkaian tindakan tertentu dari beberapa yang tersedia.
d.
Kegiatan Menelaah
Yakni kegiatan yang berorientasi terhadap
penilaian pilihan-pilihan yang tersedia.
Sebuah
Informasi yang akan diolah menjadi sebuah keputusan yang akurat, lengkap dan
baik diperlukan beberapa konsep dalam membentuk sebuah Sistem Informasi yang
baik diantaranya :
1.
Konsep Terstruktur
Merupakan konsep berdasarkan suatu masalah
yang memiliki struktur masalah pada 3 tahap pertama, yaitu intelijen, rancangan
dan pilihan.
2.
Konsep Tak Terstuktur
Merupakan konsep berdasarkan suatu masalah
yang sama sekali tidak memiliki struktur, seperti yang diuraikan berdasarkan
tahapan dari Sistem Pendukung Keputusan (DSS) oleh Hebert A. Simon.
3.
Konsep Semi-terstruktur
Merupakan konsep berdasarkan suatu masalah
yang memiliki struktur hanya pada satu atau dua tahapan dari Sisem Pendukung
Keputusan (SPK) yang diuraikan oleh Hebert A. Simon.
Definisi Sistem Penunjang Keputusan (SPK) menurut
pandangan seorang Hebert A. Simon yakni merupakan suatu sistem yang memberikan
kontribusi terhadap para manajer untuk memberikan dukungan dalam pengambilan
keputusan.
2.1.1. Jenis – Jenis Dan Konsep SPK
1. Retrive information element (memanggil
eleman informasi)
2. Analyze entries fles (menganalisis semua
file)
3. Prepare reports form multiple files
(laporan standart dari beberapa files)
4.
Estimate decisions qonsquences (meramalkan akibat dari
keputusan)
5.
Propose decision (menawarkan keputusan )
6. Make
decisions (membuat keputusan)

Gambar 2.1 Tingkat Manajemen
2.1.2. Karakteristik SPK
1.
Interaktif
SPK memiliki user interface yang komunikatif
sehingga pemakai dapat melakukan akses secara cepat ke data dan memperoleh
informasi yang dibutuhkan.
2.
Fleksibel
SPK memiliki kemampuan
sebanyak mungkin variable masukan, kemampuan untuk mengolah dan memberikan
keluaran yang menyajikan 2 alternatif keputusan kepada pemakai
3. Data kualitas
SPK memiliki kemampuan
untuk menerima data kualitas yang dikuantitaskan yang sifatnya subyektif dari
pemakainya, sebagai data masukan untuk pengolahan data. Misalnya: penilaian terhadap kecantikan yang
bersifat kualitas, dapat dikuantitaskan dengan pemberian bobot nilai seperti 75
atau 90.
4.
Prosedur pakar
SPK mengandung suatu prosedur yang dirancang
berdasarkan rumusan formal atau berupa prosedur kepakaran seseorang atau
kelompok dalam menyelesaikan suatu bidang masalah dengan fenomena tertentu.

Gambar 2.2 SPK Berfokus Pada Masalah Semi
Terstruktur
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes
Supranto, 1998
SPK dirancang sedemikian rupa untuk membantu
mendukung keputusan-keputusan yang melibatkan masalah-maslah kompleks yang
diformulasikan sebagai problem problem semiterstruktur. SPK bisa dibangun untuk
mendukung keputuisan sekali saja, keputusan–keputusan yang jarang dibuat atau
keputusan-keputusan yang muncul secara rutin.
SPK
berorientasi proses dimana fokus SPK adalah pada interaksi pembuat keputusan
dengan sistem tersebut, bukan pada keluaran yang dihasilkan. Pembuat keputusan
dalam organisasi terjadi pada tiga level utama yaitu level strategik,
manajerial dan operasional. Keputusan pada level operasional merupakan
keputusan-keputusan terstruktur yaitu keputusan- keputusan dimana semua atau
sebagian besar variabel-variabel yang ada diketahui dan bisa diprogram secara
total (secara menyeluruh dapat diotomatiskan).
Keputusan-keputusan terstruktur bersifat rutin dan
memerlukan sedikit pendapat manusia begitu variabel-variabel tersebut
terprogram. Pada level manajerial dan strategik merupakan keputusan
semistruktur, dimana problem problem dan peluang tidak dapat distrukturkan
secara total dan memerlukan pendapat dan pengalaman manusia untuk membuat suatu
keputusan. Dalam hal ini SPK dapat digunakan untuk mengembangkan solusi
problem–problem yang bersifat kompleks dan semiterstruktur. Penggunaan SPK
tidak terbatas untuk manajer-manajer dari level menengah sampai ke ke level
tinggi, tetapi dapat digunakan oleh individu-individu. Pengguna memiliki gaya
pembuatan keputusan tersendiri, kebutuhan yang berbeda serta tingkat
pengalamannya sendiri-sendiri, oleh karenanya perancang SPK perlu
mempertimbangkan atribut-atribut khusus sehingga memungkinkan pengguna berhasil
berinteraksi dengan sistem.

Gambar 2.3 SPK Yang Berorinetasi Proses
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes
Supranto, 1998
2.1.3. Tahap-Tahap Pembentukan SPK
1.
Studi kelayakan
Sebelum membuat SPK perlu diteliti terlebih dahulu
kelayakannya, mengingat faktor biaya baik waktu, tenaga, maupun financial.
2. Persetujuan
terhadap proposal kelayakan
Proposal kelayakan harus dapat menjelaskan
kebutuhan dan urgensi dari keberadaan sistem tersebut, keuntungan dan biaya
dari pembentukan SPK, waktu yang dibutuhkan, ketersediaan ahli atau pakar yang merupakan
sumber pengetahuan SPK, serta ketersediaan perangkat hardware dan software baik
yang utama maupun pendukungnya
3. Pemilihan
hardware dan software
4. Merepresentasikan pengetahuan yang diperoleh dari para ahli dan
pakar ke dalam komputer
5. Mengimplementasikan
pengetahuan dalam bentuk bahasa yang dipahami oleh komputer, menggunakan suatu
bahasa pemrograman
6. Menguji sistem yang
telah dibuat.
2.1.4. Komponen Sistem Penunjang Keputusan
Secara garis besar DSS dibangun oleh tiga komponen
besar:
1. Database
2. Model Base
3. Software Sistem
Komponen satu adalah sistem database berisi
kumpulan dari semua data bisnis yang dimiliki perusahaan, baik yang berasal
dari transaksi sehari-hari, maupun data dasar (master file). Untuk keperluan SPK, diperlukan data yang relevan
dengan permasalahan yang hendak dipecahkan melalui simulasi.
Komponen kedua adalah Model Base atau suatu model yang merepresentasikan permasalahan ke
dalam format kuantitatif (model matematika sebagai contohnya) sebagai dasar
simulasi atau pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya tujuan dari
permasalahan (obyektif), komponen-komponen terkait, batasan-batasan yang ada
(constraints), dan hal-hal terkait lainnya.
Komponen ketiga adalah Software Sistem, setelah
sebelumnya direpresentasikan dalam bentuk model yang “dimengerti” komputer .
Contohnya adalah penggunaan teknik RDBMS (Relational
Database Management System), OODBMS (Object
Oriented Database Management System) untuk memodelkan struktur data.
Sedangkan MBMS (Model Base Management
System) dipergunakan untuk mere-presentasikan masalah yang ingin dicari
pemecahannya. Entiti lain yang terdapat pada produk DSS baru adalah DGMS (Dialog Generation and Management System),
yang merupakan suatu sistem untuk memungkinkan terjadinya “dialog” interaktif
antara computer dan manusia (user) sebagai pengambil keputusan.
2.1.5. Penggunaan Komputer Dalam Sistem
Pengambilan Keputusan
Salah satu produk hasil perkembangan teknologi
adalah komputer. Komputer mempunyai kemampuan yang fantastis dalam banyak hal.
Dengan kemampuannya itu menyebabkan komputer dapat diterima diberbagai
kalangan, bahkan telah menjadi suatu kebutuhan. Perkembangan komputer dalam menjawab
tantangan dan kebutuhan secara terus menerus berkembang dengan cepat. Salah
satu kemampuan itu, adalah dalam pengelolaan data dan komunikasi informasi.
Informasi
dapat diakses dan diperoleh dengan cepat, tepat dan akurat. Selain mampu
mengelola data atau informasi masih banyak kemampuan lain. Diantaranya
kesanggupan untuk mengolah data dengan kecepatan tinggi, ketelitian yang dapat
dipercaya, memiliki memory (daya ingat) yang tinggi, ready for use (tidak mengenal lelah).
Salah satu jenis sistem aplikasi yang sangat
popular di kalangan manajemen perusahaan adalah Decision Support System atau disingkat DSS. DSS ini merupakan suatu
sistem informasi yang diharapkan dapat membantu manajemen dalam proses
pengambilan keputusan. Hal yang perlu ditekankan disini adalah bahwa keberadaan
DSS bukan untuk menggantikan tugas-tugas manajer, tetapi untuk menjadi sarana
penunjang (tools) bagi mereka. DSS sebenarnya merupakan implementasi
teori-teori pengambilan keputusan yang telah diperkenalkan oleh ilmu-ilmu
seperti operation research dan management science. Hanya bedanya adalah
bahwa jika dahulu untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi harus
dilakukan perhitungan iterasi secara manual (biasanya untuk mencari nilai
minimum, maksimum, atau optimum), saat ini komputer PC telah menawarkan
kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan yang sama dalam waktu relatif
singkat. Dalam kedua bidang ilmu di atas, dikenal istilah decision modeling, decision
theory, dan decision analysis –
yang pada hakekatnya adalah merepresentasikan permasalahan manajemen yang
dihadapi setiap hari ke dalam bentuk kuantitatif (misalnya dalam bentuk model
matematika). Contoh-contoh klasik dari persoalan dalam bidang ini adalah linear
programming, games theory, transportation problem, inventory system, decision
tree, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak problem klasik yang kerap
dijumpai dalam aktivitas bisnis perusahaan sehari-hari, sebagian dapat dengan
mudah disimulasikan dan diselesaikan dengan menggunakan formula atau
rumus-rumus sederhana. Tetapi banyak pula masalahan yang ada sangat rumit
sehingga membutuhkan kecanggihan komputer.
DSS
sebagai sistem yang memiliki lima karakteristik utama.
1. Sistem yang berbasis komputer;
2. Dipergunakan untuk membantu para pengambil
keputusan;
3. Untuk memecahkan masalah-masalah rumit
yang “mustahil” dilakukan dengan kalkulasi manual;
4. Melalui cara simulasi yang interaktif;
5. Dimana data dan model analisis sebagai
komponen utama.
Karakteristik
4 dan 5 merupakan fasilitas baru yang ditawarkan oleh DSS belakangan ini sesuai
dengean perkembangan terakhir kemajuan perangkat komputer. Dalam hal ini kita
bisa mengambil kesimpulan bahwasanya komputer merupakan bagian penting dari DSS
itu sendiri, yakni sebagai unit pemroses dalam pengambilan suatu keputusan.
2.1.6. Cara Penggunaan Informasi Dari SPK
Pada dasarnya dua pengguna informasi dari SPK oleh
manajer, yaitu untuk mendefinisikan masalah dan memecahkan masalah tersebut.
Pendefinisian masalah adalah usaha definisi dari pendekatan sistem. Ia juga
berkaitan dengan fase intelegensi yang di kemukakan oleh Simon. Selanjutnya manajer
menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang telah diidentifikasi. Hal
ini merupakan usaha pemecahan menurut poendekatan sistim dan berkaitan denga
fase disain dan pemilihan. Pada umumnya, lapaoran berkala dan khusus digunakan
terutama dalam usaha definisi, dan simulasi dalam usaha pemecahan.
Laporan berkala dapat di rancang untuk mengidentifikasi
masalah atau masalah yang kemungkinan besar akan muncul, manajer juga melakukan
query terhadap database untuk menemukan masalah atau mempelajari lebih jauh
lagi mengenai masalah yang telah di identifikasi. Simulasi dapat juga membuka
masalah yang tersembunyi, karna kelemahan cenderung akan kelihatan menonjol
ketika operasi perusahaan diubah secara matematis. Laporan berkala dan khusus
dapat juga membantu manajer untuk memecahkan masalah dengan cara
mengidentifikasi keputusan alternative, mengevaluasi dan memilih alternative
tersebut, dan memberikan informasi lanjutan.
2.1.7. Model DSS
Pada gambar yang tertera dibawah, tampak bahwa
data dan informasi dimasukkan ke dalam database dari lingkungan perusahaan.
Database juga berisi data yang disediakan oleh sistem informasi akuntansi. Isi
database digunakan oleh tiga subsistem perangkat lunak.
1. Perangkat Lunak Penulis Laporan
menghasilkan laporan periodic maupun
khusus. Laporan periodic disiapkan
sesuai jadwal dan biasanya dihasilkan oleh perangkat lunak yang dikodekan dalam
suatu bahasa procedural seperti COBOL atau PL/I. Laporan khusus disiapkan
sebagai jawaban atas kebutuhan informasi yang tak terduga dan berbentuk
database query oleh pemakai yang menggunakan query language dari DBMS atau
bahasa computer generasi keempat.
2. Model Matematika menghasilkan informasi
sebagai hasil dari simulasi yang melibatkan satu atau beberapa komponen dari sistem
fisik perusahaan, atau berbagai aspek operasinya. Model matematika dapat
ditulis dalam bahasa pemrograman procedural apapun. Namun, bahasa khusus
pembuatan model memudahkan tugas dan memiliki potensi untuk bekerja lebih baik.
3. Groupware memungkinkan beberapa pemecah
masalah (problem solver) bekerja sama sebagai satu kelompok, mencapai solusi.
Dalam situasi tertentu ini, istilah GDSS atau sistem pendukung keputusan
kelompok (group decision support system)
digunakan. Mungkin pemecah masalah itu mewakili suatu komite atau tim proyek.
Para anggota kelompok saling berkomunikasi baik secara langsung maupun melalui
groupware.
Perangkat lunak penulis laporan dan model
matematika selalu dianggap sebagai unsur yang mutlak dalam DSS. Ketika konsep
DSS meluas menjadi penyediaan dukungan bagi sejumlah pemecah masalah yang
bekerja sama sebagai satu tim atau komite, 15 gagasan
tentang perangkat lunak khusus yang berorientasi kelompok, atau groupware,
menjadi suatu kenyataan. Selama dekade terakhir, sebagian besar usaha DSS
diarahkan untuk memperbaiki konsep sistem pendukung keputusan kelompok
2.1.8. Perbedaan Antara Decision Support System Dan Management
Information System
Ditinjau berdasarkan fitur yang ada dalam ruang
lingkup antara Decision Support Systems (DSS) dan Management
Information Systems (MIS) yakni diantaranya:
1. DSS dapat digunakan untuk mengawali kerja,
dan masalah-masalah yang kemungkinan terjadi dan sangat tidak diharapkan
kehadirannya.
2. DSS dapat menyediakan pendukung keputusan
dalam kerangka waktu yang pendek atau terbatas.
3. DSS dapat berevolusi sebagaimana halnya
pengambilan keputusan dalam mempelajari mengenai masalah-masalah yang
dihadapinya.
4. DSS dapat di kembangkan oleh para
profesional yang tidak melibatkan prosesan data.
Ditinjau
berdasarkan karakteristik yang ada dalam Management Information System (MIS)
diantaranya yakni :
1. Kajiannya ada pada tugas- tugasnya yang
terstuktur, dimana prosedur operasi standar, peraturan-peraturan sebuah
keputusan, dan alur informasinya dapat didefinisikan.
2. Hasil utamanya adalah meningkatkan
efisiensi dengan mengurangi biaya, waktu tunggu, dan dengan mengganti karyawan
klerikal.
3. Relevansinya untuk manajer pengambilan
keputusan biasanya tidak langsung di dapatkan, misalnya : dengan adanya penyediaan
laporan dan akses ke data.
Ditinjau
berdasarkan karkateristik Operation Research atau Management Science yaitu
:
1. Kajiannnya ada pada masalah yang testuktur
(dibandingkan dengan tugas-tugas), dimana tujuan, data, dan batasan-batasan
dapat lebih dahulu ditentukan.
2. Relevansinya untuk manajer ada rekomendasi
detail dan metodelogi baru untuk menangani masalah-masalah yang kompleks.
Sedangkan
jika ditinjau dari karakteristik Decision Support System (DSS) itu
sendiri diantaranya :
1. Kajiannnya terhadap pada
keputusan-keputusan, dimana stuktur yang cukup untuk komputer dan alat bantu
analitis yang memiliki nilai tersendiri, tetapi tetap mempertimbangkan manajer
yang memiliki esensi utama.
2. Hasil utamanya adalah dalam peningkatan
jangkauan dan kemampuan dari proses pengambilan keputusan para manajer untuk
membantu mereka meningkatkan efektivitasnya.
3.
Relevansinya
untuk maanjer dalam pembuatan tool pendukung, dibawah pengawasan mereka, yang
tidak ditujukan untuk mengotomatiskan proses pengambilan keputusan, tujuan
sistem, atau solusi tertentu.

Gambar 2.4 Relasi antara EDP, MIS dan DSS
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes
Supranto, 1998
2.1.9. Keterkaitan
Antara Sistem Penunjang Keputusan Dengan Pembuat
Keputusan.
Beberapa konsep yang membantu dalam pembuatan
sistem pendukung keputusan, diantaranya pembuatan keputusan beresiko. Pembuatan
keputusan biasanya mengasumsi keputusan yang dibuat berdasarkan tiga rangkaian
kondisi yaitu kepastian, ketidakpastian dan resiko.
1.
Kepastian
Kita mengetahui segala sesuatu sebelumnya dalam
membuat keputusan. Dalam kondisi kepastian terdapat model ilmu pengetahuan
manajemen umum yang mengasumsikan kondisi-kondisi kepastian contohnya program
linier dimana sumber daya, tingkat konsumsi, tekanan dan laba diasumsikan sudah
diketahui dan tepat.
2.
Ketidakpastian
Yaitu kita tidak mengetahui tentang probabilitas
atau konsekuensi keputusan-keputusan kita. Sehingga dalam bahasa lain,
keputusan yang nantinya ada masih dalam keadaan ragu
3.
Resiko
Diantara dua perbedaan dari kepastian dengan
ketidakpastian terdapat serangkaian kondisi yang disebut resiko.
Keputusan-keputusan yang dibuat mengandung resiko mengasumsikan bahwa kita
setidaknya tahu tentang alternatif- alternatif yang dimiliki.
2.1.10. Pendekatan Sistem
Proses pemecahan masalah secara sistematis bermula
dari John Dewey, seorang profesor filosofi di Columbia University pada awal
abad ini. Dalam bukunya tahun 1910, ia mengidentifikasi tiga seri penilaian
yang terlibat dalam memecahkan masalah suatu kontroversi secara memadai yaitu:
1. Mengenali
kontroversi
2. Menimbang
klaim alternatif
3. Membentuk
penilaian
Kerangka kerja yang dianjurkan untuk penggunaan komputer
dikenal sebagai pendekatan sistem . Serangkaian langkah-langkah pemecahan
masalah yang memastikan bahwa masalah itu pertama-tama dipahami, solusi
alternative dipertimbangkan, dan solusi yang dipilih bekerja.
2.1.11. Struktur Masalah
1. Masalah terstruktur
terdiri dari
elemen-elemen dan hubungan-hubungan antar elemen yang semuanya dipahami oleh
pemecah masalah.
2.
Masalah tak terstruktur berisikan elemen-elemen atau hubungan-hubungan
antar elemen yang tidak dipahami oleh pemecah masalah.
Sebenarnya dalam suatu organisasi sangat
sedikit permasalahan yang sepenuhnya terstruktur atau sepenuhnya tidak
terstruktur. Sebagaian besar masalah adalah
masalah semi-terstruktur, yaitu manajer memiliki pemahaman yang kurang sempurna
mengenai elemen-elemen dan hubungannya.
3.
Masalah semi-terstruktur adalah masalah yang berisi sebagian
elemen-elemen atau hubungan yang dimengerti oleh pemecah masalah.
2.1.12. Tahap
Pemecahan Masalah
Dalam
proses pegambilan keputusan diperlukan beberapa langkah (step) dari sebuah
informasi yang ada diantaranya yakni :
1. Langkah Pertama
Mendefinisikan masalah (pada kesempatan yang ada),
Expert Systems (ES) dapat membantu dalam mendesain alur informasi pada
eksekutif (misalnya, bagaimana untuk memonitor, kapan waktu untuk memonitor)
dan dalam penginterpreasian informasi. Disebabkan beberapa informasi bersifat
fuzzy, maka kombinasi antara Expert Systems (ES) tentu akan membantu.
Seluruh area dari proses scanning, monitoring, forecasting, (misalnya perubhaan
zaman/tren) dan penginterpretasian sangat dibantu oleh adanya komputerisasi.
Demikian juga halnya pada Natural Language Processors (NLP) akan berguna
dalam menyimpulakan sebuah informasi didalamnya.
2. Langkah Kedua
Menganalisis masalah. Sesekali suatu masalah
(kesempatan) teridentifikasi, pertanyaan selanjutnya adalah apa yang harus di
kerjakan dengan hal ini ? Disinilah langkah analisis berperan. Analisis bisa
bersifat kualitatif ataupun kuantitatif (kombinasinya). Analisis kuantitatif di
dukung oleh Decision Support Systems (DSS) dan tool – tool analsis
kuantitatif. Sedangkan untuk analisis kualitatif di dukung oleh Expert
Systems (ES).
3. Langkah Ketiga
Memilih solusi. Pada langkah ini, keputusan dibuat
dengan memperhatikan masalahnya (kesempatan) berdasarkan hasil dari analisis.
Langkah ini didukung oleh Decision Support Systems (DSS), jika
pengambilan keputusan dilakukan oleh seseorang, atau jika keputusan dibuat oleh
sekelompok orang Group Decision Support Systems (GDSS).
4. Langkah Kempat
Implemantasi solusi. Pada langkah ini, keputusan
untuk mengimplementasikan solusi tertentu dilakukan, Decision Support
Systems (DSS) atau Expert Systems (ES) dapat mendukung dan berperan
pada langkah ini.

Gambar 2.5 Proses
Pengambilan Keputusan Secara Terkomputerisasi
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes
Supranto, 1998
2.1.13.
Menentukan Gaya Pembuat Keputusan
Gaya pembuatan keputusan menggunakan perameter
gaya pembuatan keputusan yang didasarkan pada cara dimana informasi
dikumpulkan, diproses, dan digunakan, serta bagaimana informasi dikomunikasikan
dan diterapkan. Gaya pembuatan keputusan tersebut berhubungan dengan
keterbukaan dan ketertutupan sistem organisasi. Jika informasi dapat mengalir
bebas, maka peluang untuk menggunakan bantuan keputusan dan analisis sistem
bisa lebih besar. Jika informasi tepat waktu sulit diperoleh, suatu organisasi
bisa mendorong menuju gaya yang heuristik.
Dalam
penyelesaian suatu masalah terdapat tiga fase penyelesaian masalah yaitu :
1.
Kecerdasan
Kecerdasan adalah kesadaran mengenai suatu masalah
atau peluang. Dalam hal ini, pembuat keputusan berupaya mencari lingkungan
bisnis internal dan eksternal, memeriksa keputusan-keputusan yang yang perlu
dibuat, dan masalah-masalah yang perlu diatasi. Atau peluang-peluang yang perlu
dipertimbangkan. Kecerdasan berarti kecerdasan aktif dan akan
perubahan-perubahan di lingkungan yang menuntut dilakukannya tindakan-tindakan
tertentu.
2.
Perancangan
Dalam fase perancangan, pembuat keputusan
merumuskan suatu masalah dan menganalisis sejumlah solusi alternatif.
3.
Pemilihan
Dalam pemilihan fase ini, pembuat keputusan
memilih solusi masalah atau peluang yang ditandai dalam fase kecerdasan.
Pemilihan ini diikuti dari analisis sebelumnya dalam fase perancangan dan
memperkuatnya lewat informasi-informasi yang diperoleh dalam fase pemilihan.
2.2 Analytic Hierarchy
Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu proses mengembangkan suatu score numerik
untuk me-ranking alternatif keputusan-keputusan yang didasarkan pada bagaimana setiap alternatif
tersebut dalam memenuhi kriteria Decision
Maker. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada
tahun 1970an dan mulai dipelajari dan
dikembangkan sejak saat itu. AHP membantu orang-orang dalam
mengambil sebuah keputusan yang kompleks. Metode ini digunakan di dunia
dengan berbagai macam situasi pengambilan keputusan seperti contohnya
pemerintahan, bisnis, industri, kesehatan, dan pendidikan. Pengambilan
keputusan dengan metode AHP memungkinkan untuk memandang permasalahan dengan
kerangka berpikir yang tertata, sehingga pengambilan keputusan menjadi efektif.
Prinsip kerja AHP adalah menyerdahanakan masalah yang kompleks, yang
terstruktur dan menata variabel dalam hirarki.
AHP menentukan tingkatan kepentingan setiap
variabel, dan secara subjektif memberi numerik suatu variable tentang arti pentingnya
secara relatife dibanding dengan variable lainnya secara berpasangan. Dari
berbagai pertimbangan tersebut AHP melakukan sintesa untuk menentukan sintesa
untuk menetapkan variable mana yang lebih memiliki prioritas yang lebih tinggi
dan berperan untuk mempengaruhi sistem tersebut. AHP sangat cocok dan fleksibel digunakan untuk
menentukan keputusan yang menolong
seorang decision maker untuk mengambil keputusan yang kualitatif dan kuantitatif berdasarkan segala
aspek yang dimilikinya.
2.2.1
Analytic
Hierarchy Process sebagai Pengambil Keputusan
Manfaat dari penggunaan Analytic
Hierarchy Process (AHP) dalam pengambilan keputusan antara lain yaitu:
a. Memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan
penginderaan dalam menganalisis
pengambilan
keputusan.
b. Memperhitungkan konsistensi dari penilaian
yang telah dilakukan dalam membandingkan
faktor-faktor yang ada.
c. Memudahkan
pengukuran dalam elemen.
d. Memungkinkan
perencanaan ke depan.
Tahap-tahap
pengambilan keputusan dalam Analytic
Hierarchy Process (AHP) :
1. 1. Tahap Pemahaman ( Inteligence Phace )
Tahap
ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika
serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji
dalam rangka mengidentifikasikan masalah.
2. 2. Tahap Perancangan ( Design Phace )
Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian
alternatif tindakan/ solusi yang dapat diambil tersebut merupakan representasi
kejadian nyata yang disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan
vertifikasi untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3. 3. Tahap Pemilihan ( Choice Phace )
Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantara berbagai
alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan
/dengan memperhatikan kriteria–kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4. 4. Tahap Impelementasi ( Implementation Phace )
Tahap ini dilakukan penerapan
terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta
pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.
Kelebihan metode AHP antara lain ( Badiru
dengan buku AHP 1995) adalah:
a. Struktur yang berhirarki merupakan konsekuensi
dari kriteria yang dipilih sampai pada
subkriteria paling dalam.
b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas
toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh
pengambil keputusan.
c. Memperhitungkan
daya tahan atau ketahanan output analisis sensitifitas pengambilan keputusan.
Selain itu, AHP mempunyai
kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-obyektif dan multi-kriteria yang
berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki.
2.2.2 Jenis-jenis Analytic Hierarchy Process (AHP)
1. Single-criteria
Pilih satu alternatif dengan satu kriteria.
Pengambilan keputusan yang melibatkan satu/lebih alternatif
dengan satu kriteria.
2. Multi-criteria
Pengambilan keputusan yang melibatkan satu/lebih
alternatif dengan lebih dari satu kriteria. Pilih satu alternatif dengan banyak
kriteria.
2.2.3 Prosedur
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Pada dasarnya
langkah-langkah prosedur dalam metode AHP meliputi :
1.
Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang di
inginkan, lalu menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi. Penyusunan
hirarki adalah dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara
keseluruhan pada level teratas.
2.
Seperti gambar 2.6 berikut :
Gambar
2.6 : Struktur AHP
Sumber
: Johannes Suprapto M.A, Teknik
Pengambilan Keputusan
3.
Menentukan prioritas elemen
a.
Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah
membuat perbandingan bepasangan sesuai dengan kriteria yang diberikan.
b.
Matriks perbandingan berpsangan diisi menggunakan bilangan
untuk mempresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen
yang lain.
4.
Sintesis
Pertimbangan-pertimbangan
terhadap perbandingan berpasangan disentesis untuk memperoleh keseluruhan
prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :
a.
Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.
b.
Membagi setiap nilai dari kolom yang bersangkutan untuk
memperoleh normalisasi
matriks.
c.
Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya
dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
- Mengukur konsistensi
Dalam pembuatan
keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena
kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi
yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :
a.
Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas
relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen
kedua dan seterusnya.
b.
Jumlahkan setiap baris
c.
Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas
relatif yang bersangkutan.
d.
Jumlahkan hasil bagi diatas dengan banyaknya elemen yang ada,
hasilnya disebut λ maks.
- Hitung ConsistensY Index (CI) dengan rumus :
CI=( λ
maks-n)/n
Dimana
n = banyaknya elemen
- Penilaian Kriteria
Dan Alternatif (Comparative
Judgement)
Kriteria dan
alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988),
untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam
mengekspresikan pendapat. Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat
keputusan dengan menilai tingkat
kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya proses perbandingan
berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan untuk
memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan,
misal A1, A2, dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut
akan tampak seperti pada gambar matriks di bawah ini :
Tabel 2.1
Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan
A1
|
A2
|
A3
|
|
A1
|
1
|
||
A2
|
1
|
||
A3
|
1
|
Sumber
: Johannes Suprapto M.A, Teknik
Pengambilan Keputusan
Dalam AHP
ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode langsung (direct), yaitu metode yang digunakan
untuk memasukkan data kuantitatif. Biasanya nilai-nilai ini berasal dari sebuah
analisis sebelumnya atau dari pengalaman dan pengertian yang detail dari
masalah keputusan tersebut. Jika si pengambil keputusan memiliki pengalaman
atau pemahaman yang besar mengenai masalah keputusan yang dihadapi, maka dia
dapat langsung memasukkan pembobotan dari setiap alternatif.
- Penentuan prioritas (pairwaise comparison)
Dalam pengambilan keputusan, hal yang
perlu diperhatikan adalah pada saat pengambilan data ini diharapkan dapat
mendekati nilai yang sesungggunhya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dilakukan
dengan pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan (pairwaise comparison) sering digunakan
untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen-elemen dan kriteria-kriteria
yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam
tiap tingkat seperti tabel berikut :
Tabel 2.2 :
Sistem Urutan Prioritas (Ranking)
Intensitas
kepentingannya
|
Defenisi
|
Penjelasan
|
1
|
Kedua elemen sama pentingnya
|
Ddua elemen menyumbangnya sama besar padasifat itu
|
3
|
Elemen yang satu sedikit lebih penting
|
Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen atas lainnya
|
5
|
Elemen yang satu esential atau
sangat penting ketimbang elemen yang lainnya
|
Pengalaman dan pertimbangan
dengan kuat satu menyokong satu elemen atas elemen lainnya
|
7
|
Satu elemen jelas lebih penting
dari elemen lainnya
|
Satu elemen dengan kuat
disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
|
9
|
Satu elemen mutlak lebih
penting ketimbang elemen lainnya
|
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki
tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
|
2,4,6,8
|
Nilai-nilai diantara dua
pertimbangan yang berdekatan
|
Kompromi diperlukan antara dua
pertimbangan
|
Kebalikan
|
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka apabila
dibandingkan dengan suatu aktivitas j.
Maka j mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan aktivitas i.
|
Sumber : Saaty, TL the AHP Pittsburgh
University Pers.
1990.P.97
Dari setiap matriks pairwise comparison dapat ditentukan nilai eigenvector
untuk mendapatkan prioritas daerah (local priority). Oleh karena matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, maka global priority dapat
diperoleh dengan melakukan sintesa di antara prioritas daerah.
Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut hierarki. Pengurutan elemen-elemen
menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority
setting. Untuk memperoleh tingkat kepentingan relatif maka disusunlah
matrik kriteria atau yang disebut dengan matriks pairwise comparison,
misalnya matriks A. Angka di dalam baris ke-i dan kolom ke-j merupakan
relative importance Ai dibandingkan dengan Aj. Digunakan
skala 1-9.
- Konsistensi
logis (Logical
Consistency)
Konsistensi memiliki dua makna, pertama
adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman
dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek
yang didasarkan pada kriteria tertentu. AHP mengukur seluruh konsistensi
penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio (CR) yang dirumuskan
sebagai berikut:
CR = CI / Random
Consistency Index
CI = (Zmaks –
n) / (n-1), Zmaks = jumlah nilai matriks
Ax matriks w Random consistency index = RI.
Suatu tingkat konsistensi yang tertentu
memang diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah.
Nilai CR semestinya tak lebih dari 10%.
Jika tidak, penilaian yang
telah dibuat mungkin dilakukan secara resmi random dan perlu direvisi. Matrik
di atas kemudian dinormalisasi (jumlah kolom-kolomnya menjadi sama dengan
satu), dengan cara membagi angka dalam masing-masing kolom dengan angka
terbesar. Ini dilakukan untuk mencari perbandingan relatif antara masing-masing
sub-kriteria yang disini dinamakan prioritas atau disebut juga eigen vector dari
eigen value maksimum. Persentase masing-masing
sub-kriteria diperoleh dengan cara membagi prioritas relatif antar sub-kriteria
dengan angka terbesar. Persentase ini dicari dengan maksud untuk melihat
pengaruh masing-masing sub-kriteria terhadap sub-kriteria yang pengaruhnya
paling besar dan untuk digunakan dalam perhitungan mencari urutan prioritas
penanganan bencana yang ditinjau secara umum. Untuk membuktikan apakah pendekatan
di atas benar, maka akan dihitung nilai CR (consistency ratio), dimana
nilai CR ≤ 10% mendapatkan nilai yang sah.
- Bobot Prioritas
Hasil
perbandingan berpasangan AHP dalam bobot prioritas yang mencerminkan relatif pentingnya elemen-elemen
dalam hirarki. Terdapat tiga jenis bobot prioritas yaitu :
1.
Local Priority Weights (LPW), menyatakan
relatif pentingnya sebuah elemen
dibandingkan dengan induknya.
2.
Average Priority Weights (APW), menyatakan
relatif pentingnya sebuah elemen dibandingkan dengan satu set induknya.
3.
Global Priority Weights (APW), menyatakan
relatif pentingnya sebuah elemen terhadap tujuan keseluruhannya.
2.2.4 Perhitungan AHP
Saaty (1993) menjelaskan bahwa
elemen elemen pada setiap baris dari matriks persegi merupakan hasil perbandingan
berpasangan. Setiap matriks pairwise comparison dicari eigen
vektornya untuk medapat local priority. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP
dengan pembobotan dari nilai i untuk sama penting, sampai dengan 9 untuk sangat
penting sekali. Berdasarkan susunan matriks perbandingan berpasangan dihasilkan
sejumlah prioritas, yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen
di dalam tingkat yang ada di atasnya. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan
dalam indeks konsistensi yang didapat dari rumus:
n-1
Keterangan:
λmaks = eigenvalue
maksimum
n =
ukuran matriks
Indeks konsistensi (C1),
matriks random dengan skala penelitian 1 sampai dengan 9, beserta kebalikannya
sebagai indeks random (R1). Berdasarkan perhitungan Saaty dengan 500 sampel,
jika judgement numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, …, 1, 2,
…, 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda.
Tabel
2.3 : Nilai Index Random
Ukuran matrik
|
1,2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
Index random
|
0,0
|
0,58
|
0,9
|
1,12
|
1,24
|
1,32
|
1,42
|
1,45
|
1,49
|
Sumber : Saaty, TL the AHP Pittsburgh
University Pers.
1990.P.97
Perbandingan antara C1 dan R1
untuk suatu matriks didefinisikan sebagai rasio konsistensi (CR). Untuk model
AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensinya tidak
lebih dari 0,1 atau sama dengan 0,1.
Pertimbangan-pertimbangan
terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan
prioritas melalui tahapan-tahapan berikut:
a.
Kuadratkan hasil
perbandingan berpasangan.
b.
Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan
normalisasi matriks.
2.2.5
Cara
efektif pengambilan keputusan dalam AHP
Pengambilan keputusan dengan
metode AHP memungkinkan untuk memandang permasalahan dengan kerangka berpikir
yang tertata, sehingga pengambilan keputusan menjadi efektif. Prinsip kerja AHP
adalah menyederhakan masalah yang kompleks, yang terstruktur dan menata variabel dalam hirarki. AHP menentukan
tingkatan kepentingan setiap variabel dan secara subjektif memberi numerik
suatu variabel tentang arti pentingnya secara relatif dibanding dengan variabel
lainnya secara berpasangan. Dari berbagai pertimbangan tersebut AHP memerlukan
sintesa untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan
untuk mempengaruhi sistem tersebut. AHP juga dapat menangani masalah yang
elemen-elemennya salaing tergantung dalam suatu sistem dan tidak memaksakan
pemikiran linear.
AHP memberikan suatu skala untuk
menunjukan hal-hal, menyujudkan metode penetapan prioritas dan melacak
kosistensi logis dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas
tersebut. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah
elemen-elemen suatu sistem kedalam berbagai tingkat berlainan, mengelompokan
unsur serupa dalam setiap tingkat dan memberi model tunggal yang mudah
dimengerti, luwes untuk berbagai permasalahan yang tak terstruktur . AHP
menuntun ke suatu perkiraan menyeluruh tentang kebaikan-kebaikan dan keburukan
setiap alternatif, mempertimbangkan prioritas-porioritas realatif dan berbagai
faktor, dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan
tujuan organisasi dalam pengambilan keputusan. Hal-hal tersebut menjadikan
metode AHP sebagai cara yang efektif dalam pengambilan keputusan dan dapat
digunakan secara luas.
2.3.
Sejarah
Marga-marga Karo
Berdasarkan
Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di Sibayak International
Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada Merga Silima, yaitu ;
1.
Ginting
2.
Karo-Karo
3.
Peranginangin
4.
Sembiring
5.
Tarigan
Sementara
Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai
pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut. Adapun Merga dan Sub Merga serta
sejarah, legenda, dan ceritanya adalah sebagai berikut :
- Merga Ginting
Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga
seperti :
i.
Ginting Pase
Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting
Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting Pase
dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita Lisan
Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh bengkila
(pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera Pasai di
Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting Pase.
ii.
Ginting Munthe
Menurut cerita lisan Karo, Merga Ginting Munthe
berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji
Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi
ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba ini
kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
iii.
Ginting Manik
Ginting Manik menurut cerita masih saudara
dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke
Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
iv.
Ginting Sinusinga
sejarah Ginting Sinusinga belum jelas, akan
tetapi mereka adalah pendiri kampung Singa
v.
Ginting Seragih
Menurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10),
Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke
Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
vi.
Ginting Sini Suka
Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan
(Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru
Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting, yakni :
i.
Ginting Babo
ii.
Ginting Sugihen
iii.
Ginting Guru Patih
iv.
Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
v.
Ginting Beras
vi.
Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
vii.
Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
viii.
Ginting Ajar Tambun
ix.
Ginting Jadi Bata
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai
seorang saudara perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda
tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga
Sukarame, kecamatan Munte
vii.
Ginting Jawak
Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari
Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
viii.
Ginting Tumangger
Marga ini juga ada di Pak Pak, yakni Tumanggor.
ix.
Ginting Capah
Capah berarti tempat makan besar terbuat dari
kayu, atau piring tradisional Karo.
- Merga Karo-Karo
Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga,
yaitu :
a.
Karo-Karo Purba
Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal
dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan
seorang ular.
Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
i.
Purba: Merga ini mendiami kampung Kabanjahe,
Berastagi dan
Kandibata.
ii. Ketaren
: Dahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini
terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga
Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba
adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan Raya dan Batu Maler
(referensi K.E. Ketaren).
iii. Sinukaban
: Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban.
Sementara dari isteri ular
lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
i.
Karo-Karo Sekali : Karo-Karo sekali mendirikan
kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
ii.
Sinuraya/Sinuhaji : Merga ini mendirikan kampung
Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
iii.
Jong/Kemit : Merga ini mendirikan kampung
Mulawari.
iv.
Samura
v.
Karo-Karo Bukit
b. Karo-Karo Sinulingga
Merga ini berasal dari
Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe.
Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang
dan mendirikan kampung Lingga. Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga,
seperti :
i. Kaban : Merga ini mendirikan
kampung Pernantin dan Bintang Meriah
ii. Kacaribu : Merga ini medirikan
kampung Kacaribu.
iii. Surbakti : Merga Surbakti membagi
diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga
Torong.
Menilik asal katanya
kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India.
Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo
Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat di Gayo/Alas dan Pak Pak.
i.
Karo-Karo
Kaban : Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan
merga Sinulingga,
berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan
Pernantin.
ii.
Karo-Karo
Sitepu : Merga ini menurut legenda berasal dari
Sihotang (Toba)
kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding,
dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu
Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken.
Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga
Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
iii.
Karo-Karo
Barus : Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal
dari Baros (Tapanuli
Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang Cuping) atau si
telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena
diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia tinggal di Aji
Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba
yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya mereka sering pula
disebut Suka Piring.
iv.
Karo-Karo
Manik : di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat
Karo Manik.
- Merga Peranginangin
Merga Peranginangin
terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
a. Peranginangin Sukatendel
Menurut
cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje
dan
Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan
sampai
di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi
menjadi
:
i.
Peranginangin
Kuta Buloh
Mendiami kampung Kuta
Buloh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian
ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
ii.
Peranginangin
Jombor Beringen
Merga ini mendirikan,
kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat
mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
iii.
Peranginangin
Jenabun
Merga
ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang
mengatakan
mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang
dalam
bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini
sampai
sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar,
tempat
pertama nahkoda tersebut tinggal.
iv.
Peranginangin
Kacinambun
Menurut
cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-
kodon
ke Kacinambun.
v.
Peranginangin
Bangun
Alkisah
Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang
ke
Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano.
Merga ini juga pecah
menjadi :
o Keliat: Menurut
budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin
di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga
sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
o Beliter : Di dekat
Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan
diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun.
Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak
ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di
sana juga disebut Peranginangin Beliter.
vi.
Peranginangin
Mano
Peranginangin Mano
tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di
Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
vii.
Peranginangin
Pinem
Nenek moyang
Peranginangin Pinem bernama Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek
moyang merga Sebayang dan Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
viii.
Sebayang
Nenek
Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di
Pak-pak,
ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta
Gerat,
Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan
lain-lain.
Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
ix.
Peranginangin
Laksa
Menurut
cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di
Juhar.
x.
Peranginangin
Penggarun
Penggarun
berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila
(suka/telep)
guna membuat kain tradisional suku Karo.
xi.
Peranginangin
Uwir
xii.
Peranginangin
Sinurat
xiii.
Peranginangin
Pincawan
xiv.
Peranginangin
Singarimbun
xv.
Peranginangin
Limbeng
Peranginangin Limbeng
ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam
buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan
Karo.
xvi.
Peranginangin
Prasi
- Merga Sembiring
Merga Sembiring secara
umum membagi diri menjadi dua kelompok yaitu Sembiring yang memakan anjing dan
Sembiring yang berpantang memakan anjing.
a. Sembiring Siman Biang (Sembiring
yang memakan biang (anjing))
i.
Sembiring
Kembaren : Menurut Pustaka Kembaren, asal-usul
merga
ini terdiri dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke
Pagaruyung
terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke
Kutungkuhen
di Alas.
ii.
Sembiring
Keloko : Menurut cerita, Sembiring Keloko
masih satu keturunan
dengan Sembiring Kembaren. Merga Sembiring Keloko tinggal di Rumah Tualang,
sebuah desa yang sudah ditinggalkan antar Pola Tebu dengan Sampe Raya. Merga
ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya
dan Limang.
iii. Sembiring Sinulaki : Sejarah merga
Sembiring Sinulaki
dikatakan juga sama
dengan sejarah Sembiring Kembaren, karena mereka masih dalam satu rumpun. Merga
Sinulaki berasal dari Silalahi.
iv. Sembiring Sinupayung
Merga ini menurut
cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja
dan Negeri.
Keempat
merga ini boleh memakan anjing sehingga disebut Sembiring Siman Biang.
b. Sembiring Singombak
Adalah kelompok merga
Sembiring yang menghanyutkan abu-abu jenasah keluarganya yang telah meninggal
dunia dalam perahu kecil melalui Lau Biang (Sungai Wampu).
Adapun kelompok merga
Sembiring Singombak tersebut adalah sebagai berikut :
i.
Sembiring
Brahmana
ii.
Sembiring
Guru Kinayan
iii.
Sembiring Colia
iv.
Sembiring Muham
v.
Sembiring Pandia
vi.
Sembiring Keling
vii.
Sembiring Depari
viii. Sembiring Bunuaji
ix.
Sembiring
Milala
x.
Sembiring
Pelawi
xi.
Sembiring
Sinukapor
xii.
Sembiring
Tekang
- Merga Tarigan
Ada cerita lisan
(Darwin Prinst, SH. Legenda Merga Tarigan dalam bulletin KAMKA No. 010/Maret
1978 ) yang menyebutkan merga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung,
yang berubah mejadi Danau Toba sekarang. Adapun cabang-cabang dari merga
Tarigan ini adalah sebagai berikut :
a.
Tarigan
Tua : kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen
b.
Tarigan
Bondong : di Lingga
c.
Tarigan
Jampang : di Pergendangen
d.
Tarigan
Gersang : di Nagasaribu dan Beras Tepu
e.
Tarigan
Cingkes : di Cingkes
f.
Tarigan
Gana-gana: di Batu Karang
g.
Tarigan
Peken : di Sukanalu dan Namo Enggang
h.
Tarigan
Tambak : di Kebayaken dan Sukanalu
i.
Tarigan
Purbadi Purba
j.
Tarigan
Sibero di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan
Lingga
k.
Tarigan
Silangit di Gunung Meriah (Deli Serdang)
l.
Tarigan
Kerendam di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan
disana
m.
Tarigan
Tegur di Suka
n.
Tarigan
Tambun di Rakut Besi dan Binangara
o.
Tarigan
Sahing di Sinaman