Tuesday, 8 December 2015

Sistem Pendukung Keputusan Menggunakan Metode AHP

Analisa Dan Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Pasangan Hidup Menurut Budaya Karo Dengan Menggunakan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP)


BAB I
PENDAHULUAN



1.1.    Latar Belakang Masalah

Sudah menjadi hukum bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berbeda, seorang perempuan dan seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup bersama. Hidup bersama ini sangat penting didalam masyarakat. Dengan akibat esensil ialah bahwa kalau kemudian pasangan ini dikaruniakan anak-anak yang menjadi keturunan mereka dan terbentuk lah  keluarga tersendiri. Perkawinan tidak dapat terlepas dari hukum perkawinan yang berlaku  didalam suatu negara, tetapi hal ini tidak berarti bahwa sifat  keseluruhan dari suatu perkawinan dapat terlihat semua dalam peraturan hukum itu. Dalam hukum adat Karo perkawinan tidak dipandang semata-mata urusan pribadi (private) tetapi sudah menjadi masalah keluarga. Menikah alias kawin yang baik hanya dilakukan satu kali seumur hidup dan kita akan terus hidup bersama dengan orang yang kita pilih sebagai isteri kita beserta anak yang mungkin kita hasilkan dari pernikahan itu. Memilih pasangan hidup yang tepat adalah salah satu bagian terpenting dalam hidup dengan banyak aspek dan faktor kriteria pemilihan yang harus dihitung dengan matang.
Di dalam masyarakat Karo yang menganut patriahat (menurut garis
keturunan ayah) dilarang kawin menurut satu marga. Suatu perkawinan
biasanya didahului oleh suatu keadaan yang bersifat khusus yang lazim
disebut pertunangan lamaran atau permintaan dari keluarga laki-laki
kepada pihak keluarga perempuan. Dampak yang paling kelihatan akibat dari permasalahan diatas adalah timbulnya kebingungan dalam menentukan pilihan pada saat akan memutuskan untuk menikah. Dalam perancangan dan pembangunan aplikasi ini akan digunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process) untuk mengolah data-data dari bebereapa kriteria yang diinginkan. Dan untuk memudahkan dalam memasukkan kriteria yang diinginkan, maka penyampaian informasi dipresentasikan dengan menggunakan bahasa pemograman. Decision Support System atau sistem pendukung keputusan selain dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang ingin menikah, juga  dapat membantu menyediakan berbagai alternatif yang dapat ditempuh dalam proses pengambilan keputusan.
Ciri khas suatu DSS (Decision Support System) adalah digunakan model yang salah satu fungsinya untuk penyederhanaan masalah. AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty merupakan model hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan adanya hirarki masalah kompleks atau tidak terstruktur dipecah dalam sub-sub masalah kemudian disusun menjadi suatu bentuk hirarki. AHP (Analitycal Hierarchy Process)  mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah multikriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Berdasarkan dari hal tersebut diatas, maka penulis memutuskan membuat  judul ”Analisa Dan Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Pasangan Hidup Menurut Budaya Karo Dengan Menggunakan Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP)”.


1.2.    Perumusan  Masalah

Yang menjadi permasalahan dalam penyusunan Skripsi ini adalah:
a.       Bagaimana menerapkan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process) dalam pengerjaan suatu sistem pendukung keputusan.
b.      Bagaimana metode ini mampu memberikan kemudahan bagi calon suami istri  dalam mempertimbangkan dan mengambil suatu keputusan pada saat akan menikah menurut adat Karo.

1.3. Batasan Masalah
Untuk menghindari kesalahpahaman dan meluasnya pembahasan, maka penulis memfokuskan masalah yang berkaitan dengan pemecahan masalah yaitu :
a.       Metode yang digunakan untuk pemilihan pasangan hidup berdasarkan beberapa kriteria dengan menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process).
b.      Pasangan yang boleh menikah hanya menurut adat Karo.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
a.      Menganalisa proses pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process).
b.      Penyajian informasi yang lebih baik sehingga memudahkan dalam proses pengolahan data dalam proses pengambilan keputusan.

1.4.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari Skripsi ini adalah :
a.      Sebagai acuan untuk memilih pasangan hidup menurut Budaya Karo
b.      Membantu memudahkan para calon suami istri dalam menentukan calon yang akan mereka pilih sebagai suami, istri sesuai kriteria yang mereka inginkan.

1.5. Metode Penelitian
Pada perancangan sistem pendukung keputusan ini, metode penelitian yang digunakan adalah:
a.       Pengamatan ke perpustakaan (library research), yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku, mengumpulkan bahan-bahan yang dapat membantu penulisan skripsi ini.
b.      Literature, yaitu dengan mencari sumber-sumber pendukung berupa  artikel-artikel lengkap tentang cara perancangan sistem pendukung keputusan melalui internet.
c.       Konsultasi, yaitu dengan mendiskusikan serta menanyakan secara langsung kepada dosen pembimbing.

1.6. Sistematika Penulisan
Bab I               :PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang            masalah, perumusan  masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat Skripsi, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II             :LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori yang berfungsi sebagai sumber atau alat bantu dalam memahami permasalahan yang berkaitan dengan AHP (Analitycal Hierarchy Process) dan teknik penyelesaiannya.
Bab III            :ANALISA DAN PERANCANGAN
Bab ini membahas dan menguraikan tentang AHP (Analitycal Hierarchy Process) serta perancangan sistem yang digunakan.
Bab IV            :ALGORITMA DAN IMPLEMENTASI
Bab ini merupakan implementasi sistem yang akan menjabarkan mengenai desain implementasi, cara pembuatan dan pengoperasian sistem.
Bab V             :KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penulisan dan saran yang membantu dalam pengembangan.


BAB II
LANDASAN TEORI


2.1.  Pengertian Decision Support System ( DSS)
Little (1970) mendefenisikan DSS “ sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para seseorang (manajer, dokter, dll) dalam mengambil keputusan.”  Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistim tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu penting, dan mudah berkomunikasi.
Alter (1980) mendefenisikan DSS dengan membandingkannya dengan sistem EDP (electronic data processing) tradisional pada lima dimensi. Moore dan Chang (1980) berpendapat bahwa konsep struktur, seperti yang banyak disinggung pada defenisi awal DSS (bahwa DSS dapat menangani situasi semiterstruktur dan tidak terstruktur), secara umum tidaklah penting; sebuah masalah dapat dijelaskan sebagai masalah terstruktur dan tidak terstruktur hanya dengan memerhatikan si pengambil keputusan atau suatu situasi spesifik (yakni keputusan terstruktur adalah terstruktur karena kita memilih untuk memperlakukannya dengan cara seperti itu). Jadi mereka mendefenisikan DSS sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu mendukung analisis data dan pemodelan keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan. Dan digunakan pada interval yang tidak regular dan tak berencana.
Bonczek, dkk., (1980) mendefenisikan DSS sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi; sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi antara pengguna dan komponen DSS lain), sistem pengetahuan (repositori kemampuan domain masalah yang ada pada DSS entah sebagai data atau sebagai prosedur), dan sistem pemrosesan masalah (hubungan antara dua komponen lainnya, terdiri dari satu atau lebih kapabilitas manipulasi masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan keputusan). Konsep-konsep yang diberikan oleh definisi tersebut sangat penting untuk memahami hubungan antara DSS dan pengetahuan.

Keen (1980) menerapkan istilah DSS ”untuk situasi dimana sistem ’final’ dapat dikembangkan hanya melalui suatu proses pembelajaran dan evolusi yang adaptif.” jadi, ia mendefinisikan DSS sebagai suatu produk dari proses pengembangan di mana pengguna DSS, pembangun DSS, dan DSS itu sendiri mampu mempengaruhi satu dengan yang lainnya, dan menghasilkan evolusi sistem dan pola-pola penggunaan.
Defenisi-defenisi tersebut diperbandingkan dan dikontraskan dengan memeriksa berbagai konsep yang digunakan untuk mendefenisikan DSS. Tampaknya basis untuk mendefinisikan DSS (misal dukungan pengambilan keputusan pada masalah terstruktur) dan dari ide-ide mengenai bagaimana tujuan DSS dapat dicapai (misal komponen yang diperlukan, pola penggunaan yang tepat, dan  proses pengembangan yang diperlukan).
Ada beberapa jenis keputusan berdasarkan sifat dan  jenisnya, menurut Herbet A. Simon :
1.      Keputusan Terprogram
Yaitu keputusan yang bersifat berulang dan rutin, sedemikian sehingga suatu prosedur pasti telah dibuat untuk menanganinya.
2.      Keputusan Tak Terprogram
Yaitu keputusn yang bersifat baru, tidak terstruktur dan jarang konsekuen. Tidak ada metode yang pasti untuk menangani masalah tersebut.
Dalam mengambil keputusan dibutuhkan adanya beberapa tahapan menurut Herbet A. Simon tahapan dalam Sistem Pengambilan Keputusan (SPK) terdapat empat tahap diantaranya :
a.       Kegiatan Intelijen
      Yakni kegiatan yang berorientasi untuk memaparkan masalah, pengumpulan data dan informasi, serta mengamati lingkungan mencari kondisi-kondisi yang perlu diperbaiki.
b.      Kegiatan Merancang
      Yakni kegiatan yang berorientasi untuk menemukan, mengembangkan dan menganalisis berbagai alternatif tindakan yang mungkin.


c.       Kegiatan Memilih
      Yakni kegiatan yang berorientasi untuk memilih satu rangkaian tindakan tertentu dari beberapa yang tersedia.
d.      Kegiatan Menelaah
      Yakni kegiatan yang berorientasi terhadap penilaian pilihan-pilihan yang tersedia.
Sebuah Informasi yang akan diolah menjadi sebuah keputusan yang akurat, lengkap dan baik diperlukan beberapa konsep dalam membentuk sebuah Sistem Informasi yang baik diantaranya :
1.      Konsep Terstruktur
      Merupakan konsep berdasarkan suatu masalah yang memiliki struktur masalah pada 3 tahap pertama, yaitu intelijen, rancangan dan pilihan.
2.      Konsep Tak Terstuktur
      Merupakan konsep berdasarkan suatu masalah yang sama sekali tidak memiliki struktur, seperti yang diuraikan berdasarkan tahapan dari Sistem Pendukung Keputusan (DSS) oleh Hebert A. Simon.
3.      Konsep Semi-terstruktur
      Merupakan konsep berdasarkan suatu masalah yang memiliki struktur hanya pada satu atau dua tahapan dari Sisem Pendukung Keputusan (SPK) yang diuraikan oleh Hebert A. Simon.
Definisi Sistem Penunjang Keputusan (SPK) menurut pandangan seorang Hebert A. Simon yakni merupakan suatu sistem yang memberikan kontribusi terhadap para manajer untuk memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan.

2.1.1.  Jenis Jenis Dan Konsep SPK
1.      Retrive information element (memanggil eleman informasi)
2.      Analyze entries fles (menganalisis semua file)
3.      Prepare reports form multiple files (laporan standart dari beberapa files)
4.      Estimate decisions qonsquences (meramalkan akibat dari keputusan)
5.      Propose decision (menawarkan keputusan )
6.       Make decisions (membuat keputusan)
Gambar 2.1 Tingkat Manajemen

2.1.2.  Karakteristik SPK
1.      Interaktif
SPK memiliki user interface yang komunikatif sehingga pemakai dapat melakukan akses secara cepat ke data dan memperoleh informasi yang dibutuhkan.
2.      Fleksibel
SPK memiliki kemampuan sebanyak mungkin variable masukan, kemampuan untuk mengolah dan memberikan keluaran yang menyajikan 2 alternatif keputusan kepada pemakai
3.      Data kualitas
SPK memiliki kemampuan untuk menerima data kualitas yang dikuantitaskan yang sifatnya subyektif dari pemakainya, sebagai data masukan untuk pengolahan data. Misalnya: penilaian terhadap kecantikan yang bersifat kualitas, dapat dikuantitaskan dengan pemberian bobot nilai seperti 75 atau 90.
4.       Prosedur pakar
SPK mengandung suatu prosedur yang dirancang berdasarkan rumusan formal atau berupa prosedur kepakaran seseorang atau kelompok dalam menyelesaikan suatu bidang masalah dengan fenomena tertentu.

Gambar 2.2 SPK Berfokus Pada Masalah Semi Terstruktur
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes Supranto, 1998

SPK dirancang sedemikian rupa untuk membantu mendukung keputusan-keputusan yang melibatkan masalah-maslah kompleks yang diformulasikan sebagai problem problem semiterstruktur. SPK bisa dibangun untuk mendukung keputuisan sekali saja, keputusan–keputusan yang jarang dibuat atau keputusan-keputusan yang muncul secara rutin.
SPK berorientasi proses dimana fokus SPK adalah pada interaksi pembuat keputusan dengan sistem tersebut, bukan pada keluaran yang dihasilkan. Pembuat keputusan dalam organisasi terjadi pada tiga level utama yaitu level strategik, manajerial dan operasional. Keputusan pada level operasional merupakan keputusan-keputusan terstruktur yaitu keputusan- keputusan dimana semua atau sebagian besar variabel-variabel yang ada diketahui dan bisa diprogram secara total (secara menyeluruh dapat diotomatiskan).
Keputusan-keputusan terstruktur bersifat rutin dan memerlukan sedikit pendapat manusia begitu variabel-variabel tersebut terprogram. Pada level manajerial dan strategik merupakan keputusan semistruktur, dimana problem problem dan peluang tidak dapat distrukturkan secara total dan memerlukan pendapat dan pengalaman manusia untuk membuat suatu keputusan. Dalam hal ini SPK dapat digunakan untuk mengembangkan solusi problem–problem yang bersifat kompleks dan semiterstruktur. Penggunaan SPK tidak terbatas untuk manajer-manajer dari level menengah sampai ke ke level tinggi, tetapi dapat digunakan oleh individu-individu. Pengguna memiliki gaya pembuatan keputusan tersendiri, kebutuhan yang berbeda serta tingkat pengalamannya sendiri-sendiri, oleh karenanya perancang SPK perlu mempertimbangkan atribut-atribut khusus sehingga memungkinkan pengguna berhasil berinteraksi dengan sistem.
Gambar 2.3 SPK Yang Berorinetasi Proses
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes Supranto, 1998


2.1.3.  Tahap-Tahap Pembentukan SPK
1.      Studi kelayakan
Sebelum membuat SPK perlu diteliti terlebih dahulu kelayakannya, mengingat faktor biaya baik waktu, tenaga, maupun financial.


2.       Persetujuan terhadap proposal kelayakan
Proposal kelayakan harus dapat menjelaskan kebutuhan dan urgensi dari keberadaan sistem tersebut, keuntungan dan biaya dari pembentukan SPK, waktu yang dibutuhkan, ketersediaan ahli atau pakar yang merupakan sumber pengetahuan SPK, serta ketersediaan perangkat hardware dan software baik yang utama maupun pendukungnya
3.      Pemilihan hardware dan software
4.      Merepresentasikan  pengetahuan yang diperoleh dari para ahli dan pakar ke dalam komputer
5.      Mengimplementasikan pengetahuan dalam bentuk bahasa yang dipahami oleh komputer, menggunakan suatu bahasa pemrograman
6.       Menguji sistem yang telah dibuat.

2.1.4.  Komponen Sistem Penunjang Keputusan
Secara garis besar DSS dibangun oleh tiga komponen besar:
1.      Database
2.      Model Base
3.      Software Sistem
Komponen satu adalah sistem database berisi kumpulan dari semua data bisnis yang dimiliki perusahaan, baik yang berasal dari transaksi sehari-hari, maupun data dasar (master file). Untuk keperluan SPK, diperlukan data yang relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan melalui simulasi.
Komponen kedua adalah Model Base atau suatu model yang merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif (model matematika sebagai contohnya) sebagai dasar simulasi atau pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya tujuan dari permasalahan (obyektif), komponen-komponen terkait, batasan-batasan yang ada (constraints), dan hal-hal terkait lainnya.
Komponen ketiga adalah Software Sistem, setelah sebelumnya direpresentasikan dalam bentuk model yang “dimengerti” komputer . Contohnya adalah penggunaan teknik RDBMS (Relational Database Management System), OODBMS (Object Oriented Database Management System) untuk memodelkan struktur data. Sedangkan MBMS (Model Base Management System) dipergunakan untuk mere-presentasikan masalah yang ingin dicari pemecahannya. Entiti lain yang terdapat pada produk DSS baru adalah DGMS (Dialog Generation and Management System), yang merupakan suatu sistem untuk memungkinkan terjadinya “dialog” interaktif antara computer dan manusia (user) sebagai pengambil keputusan.

2.1.5.      Penggunaan Komputer Dalam Sistem Pengambilan Keputusan
Salah satu produk hasil perkembangan teknologi adalah komputer. Komputer mempunyai kemampuan yang fantastis dalam banyak hal. Dengan kemampuannya itu menyebabkan komputer dapat diterima diberbagai kalangan, bahkan telah menjadi suatu kebutuhan. Perkembangan komputer dalam menjawab tantangan dan kebutuhan secara terus menerus berkembang dengan cepat. Salah satu kemampuan itu, adalah dalam pengelolaan data dan komunikasi informasi.
Informasi dapat diakses dan diperoleh dengan cepat, tepat dan akurat. Selain mampu mengelola data atau informasi masih banyak kemampuan lain. Diantaranya kesanggupan untuk mengolah data dengan kecepatan tinggi, ketelitian yang dapat dipercaya, memiliki memory (daya ingat) yang tinggi, ready for use (tidak mengenal lelah).
Salah satu jenis sistem aplikasi yang sangat popular di kalangan manajemen perusahaan adalah Decision Support System atau disingkat DSS. DSS ini merupakan suatu sistem informasi yang diharapkan dapat membantu manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Hal yang perlu ditekankan disini adalah bahwa keberadaan DSS bukan untuk menggantikan tugas-tugas manajer, tetapi untuk menjadi sarana penunjang (tools) bagi mereka. DSS sebenarnya merupakan implementasi teori-teori pengambilan keputusan yang telah diperkenalkan oleh ilmu-ilmu seperti operation research dan management science. Hanya bedanya adalah bahwa jika dahulu untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi harus dilakukan perhitungan iterasi secara manual (biasanya untuk mencari nilai minimum, maksimum, atau optimum), saat ini komputer PC telah menawarkan kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan yang sama dalam waktu relatif singkat. Dalam kedua bidang ilmu di atas, dikenal istilah decision modeling, decision theory, dan decision analysis – yang pada hakekatnya adalah merepresentasikan permasalahan manajemen yang dihadapi setiap hari ke dalam bentuk kuantitatif (misalnya dalam bentuk model matematika). Contoh-contoh klasik dari persoalan dalam bidang ini adalah linear programming, games theory, transportation problem, inventory system, decision tree, dan lain sebagainya. Dari sekian banyak problem klasik yang kerap dijumpai dalam aktivitas bisnis perusahaan sehari-hari, sebagian dapat dengan mudah disimulasikan dan diselesaikan dengan menggunakan formula atau rumus-rumus sederhana. Tetapi banyak pula masalahan yang ada sangat rumit sehingga membutuhkan kecanggihan komputer.
DSS sebagai sistem yang memiliki lima karakteristik utama.
1.      Sistem yang berbasis komputer;
2.      Dipergunakan untuk membantu para pengambil keputusan;
3.      Untuk memecahkan masalah-masalah rumit yang “mustahil” dilakukan dengan kalkulasi manual;
4.      Melalui cara simulasi yang interaktif;
5.      Dimana data dan model analisis sebagai komponen utama.
Karakteristik 4 dan 5 merupakan fasilitas baru yang ditawarkan oleh DSS belakangan ini sesuai dengean perkembangan terakhir kemajuan perangkat komputer. Dalam hal ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya komputer merupakan bagian penting dari DSS itu sendiri, yakni sebagai unit pemroses dalam pengambilan suatu keputusan.

2.1.6.  Cara Penggunaan Informasi Dari SPK
Pada dasarnya dua pengguna informasi dari SPK oleh manajer, yaitu untuk mendefinisikan masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pendefinisian masalah adalah usaha definisi dari pendekatan sistem. Ia juga berkaitan dengan fase intelegensi yang di kemukakan oleh Simon. Selanjutnya manajer menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang telah diidentifikasi. Hal ini merupakan usaha pemecahan menurut poendekatan sistim dan berkaitan denga fase disain dan pemilihan. Pada umumnya, lapaoran berkala dan khusus digunakan terutama dalam usaha definisi, dan simulasi dalam usaha pemecahan.
Laporan berkala dapat di rancang untuk mengidentifikasi masalah atau masalah yang kemungkinan besar akan muncul, manajer juga melakukan query terhadap database untuk menemukan masalah atau mempelajari lebih jauh lagi mengenai masalah yang telah di identifikasi. Simulasi dapat juga membuka masalah yang tersembunyi, karna kelemahan cenderung akan kelihatan menonjol ketika operasi perusahaan diubah secara matematis. Laporan berkala dan khusus dapat juga membantu manajer untuk memecahkan masalah dengan cara mengidentifikasi keputusan alternative, mengevaluasi dan memilih alternative tersebut, dan memberikan informasi lanjutan.

2.1.7.  Model DSS
Pada gambar yang tertera dibawah, tampak bahwa data dan informasi dimasukkan ke dalam database dari lingkungan perusahaan. Database juga berisi data yang disediakan oleh sistem informasi akuntansi. Isi database digunakan oleh tiga subsistem perangkat lunak.
1.      Perangkat Lunak Penulis Laporan menghasilkan laporan periodic maupun khusus. Laporan periodic disiapkan sesuai jadwal dan biasanya dihasilkan oleh perangkat lunak yang dikodekan dalam suatu bahasa procedural seperti COBOL atau PL/I. Laporan khusus disiapkan sebagai jawaban atas kebutuhan informasi yang tak terduga dan berbentuk database query oleh pemakai yang menggunakan query language dari DBMS atau bahasa computer generasi keempat.
2.      Model Matematika menghasilkan informasi sebagai hasil dari simulasi yang melibatkan satu atau beberapa komponen dari sistem fisik perusahaan, atau berbagai aspek operasinya. Model matematika dapat ditulis dalam bahasa pemrograman procedural apapun. Namun, bahasa khusus pembuatan model memudahkan tugas dan memiliki potensi untuk bekerja lebih baik.
3.      Groupware memungkinkan beberapa pemecah masalah (problem solver) bekerja sama sebagai satu kelompok, mencapai solusi. Dalam situasi tertentu ini, istilah GDSS atau sistem pendukung keputusan kelompok (group decision support system) digunakan. Mungkin pemecah masalah itu mewakili suatu komite atau tim proyek. Para anggota kelompok saling berkomunikasi baik secara langsung maupun melalui groupware.
Perangkat lunak penulis laporan dan model matematika selalu dianggap sebagai unsur yang mutlak dalam DSS. Ketika konsep DSS meluas menjadi penyediaan dukungan bagi sejumlah pemecah masalah yang bekerja sama sebagai satu tim atau komite, 15 gagasan tentang perangkat lunak khusus yang berorientasi kelompok, atau groupware, menjadi suatu kenyataan. Selama dekade terakhir, sebagian besar usaha DSS diarahkan untuk memperbaiki konsep sistem pendukung keputusan kelompok

2.1.8.  Perbedaan Antara Decision Support System Dan Management
           Information System
Ditinjau berdasarkan fitur yang ada dalam ruang lingkup antara Decision Support Systems (DSS) dan Management Information Systems (MIS) yakni diantaranya:
1.      DSS dapat digunakan untuk mengawali kerja, dan masalah-masalah yang kemungkinan terjadi dan sangat tidak diharapkan kehadirannya.
2.      DSS dapat menyediakan pendukung keputusan dalam kerangka waktu yang pendek atau terbatas.
3.      DSS dapat berevolusi sebagaimana halnya pengambilan keputusan dalam mempelajari mengenai masalah-masalah yang dihadapinya.
4.      DSS dapat di kembangkan oleh para profesional yang tidak melibatkan prosesan data.

Ditinjau berdasarkan karakteristik yang ada dalam Management Information System (MIS) diantaranya yakni :
1.      Kajiannya ada pada tugas- tugasnya yang terstuktur, dimana prosedur operasi standar, peraturan-peraturan sebuah keputusan, dan alur informasinya dapat didefinisikan.
2.      Hasil utamanya adalah meningkatkan efisiensi dengan mengurangi biaya, waktu tunggu, dan dengan mengganti karyawan klerikal.
3.      Relevansinya untuk manajer pengambilan keputusan biasanya tidak langsung di dapatkan, misalnya : dengan adanya penyediaan laporan dan akses ke data.
Ditinjau berdasarkan karkateristik Operation Research atau Management Science yaitu :
1.      Kajiannnya ada pada masalah yang testuktur (dibandingkan dengan tugas-tugas), dimana tujuan, data, dan batasan-batasan dapat lebih dahulu ditentukan.
2.      Relevansinya untuk manajer ada rekomendasi detail dan metodelogi baru untuk menangani masalah-masalah yang kompleks.
Sedangkan jika ditinjau dari karakteristik Decision Support System (DSS) itu sendiri diantaranya :
1.      Kajiannnya terhadap pada keputusan-keputusan, dimana stuktur yang cukup untuk komputer dan alat bantu analitis yang memiliki nilai tersendiri, tetapi tetap mempertimbangkan manajer yang memiliki esensi utama.
2.      Hasil utamanya adalah dalam peningkatan jangkauan dan kemampuan dari proses pengambilan keputusan para manajer untuk membantu mereka meningkatkan efektivitasnya.
3.       Relevansinya untuk maanjer dalam pembuatan tool pendukung, dibawah pengawasan mereka, yang tidak ditujukan untuk mengotomatiskan proses pengambilan keputusan, tujuan sistem, atau solusi tertentu.

Gambar 2.4 Relasi antara EDP, MIS dan DSS
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes Supranto, 1998

2.1.9. Keterkaitan Antara Sistem Penunjang Keputusan Dengan Pembuat      
 Keputusan.
Beberapa konsep yang membantu dalam pembuatan sistem pendukung keputusan, diantaranya pembuatan keputusan beresiko. Pembuatan keputusan biasanya mengasumsi keputusan yang dibuat berdasarkan tiga rangkaian kondisi yaitu kepastian, ketidakpastian dan resiko.
1.      Kepastian
Kita mengetahui segala sesuatu sebelumnya dalam membuat keputusan. Dalam kondisi kepastian terdapat model ilmu pengetahuan manajemen umum yang mengasumsikan kondisi-kondisi kepastian contohnya program linier dimana sumber daya, tingkat konsumsi, tekanan dan laba diasumsikan sudah diketahui dan tepat.
2.      Ketidakpastian
Yaitu kita tidak mengetahui tentang probabilitas atau konsekuensi keputusan-keputusan kita. Sehingga dalam bahasa lain, keputusan yang nantinya ada masih dalam keadaan ragu
3.      Resiko
Diantara dua perbedaan dari kepastian dengan ketidakpastian terdapat serangkaian kondisi yang disebut resiko. Keputusan-keputusan yang dibuat mengandung resiko mengasumsikan bahwa kita setidaknya tahu tentang alternatif- alternatif yang dimiliki.

2.1.10.  Pendekatan Sistem
Proses pemecahan masalah secara sistematis bermula dari John Dewey, seorang profesor filosofi di Columbia University pada awal abad ini. Dalam bukunya tahun 1910, ia mengidentifikasi tiga seri penilaian yang terlibat dalam memecahkan masalah suatu kontroversi secara memadai yaitu:
1. Mengenali kontroversi
2. Menimbang klaim alternatif
3. Membentuk penilaian
Kerangka kerja yang dianjurkan untuk penggunaan komputer dikenal sebagai pendekatan sistem . Serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang memastikan bahwa masalah itu pertama-tama dipahami, solusi alternative dipertimbangkan, dan solusi yang dipilih bekerja.

2.1.11.  Struktur Masalah
1.      Masalah terstruktur terdiri dari elemen-elemen dan hubungan-hubungan antar elemen yang semuanya dipahami oleh pemecah masalah.
2.       Masalah tak terstruktur berisikan elemen-elemen atau hubungan-hubungan antar elemen yang tidak dipahami oleh pemecah masalah.
      Sebenarnya dalam suatu organisasi sangat sedikit permasalahan yang sepenuhnya terstruktur atau sepenuhnya tidak terstruktur. Sebagaian besar masalah  adalah masalah semi-terstruktur, yaitu manajer memiliki pemahaman yang kurang sempurna mengenai elemen-elemen dan hubungannya.
3.       Masalah semi-terstruktur adalah masalah yang berisi sebagian elemen-elemen atau hubungan yang dimengerti oleh pemecah masalah.

2.1.12. Tahap Pemecahan Masalah
Dalam proses pegambilan keputusan diperlukan beberapa langkah (step) dari sebuah informasi yang ada diantaranya yakni :
1.    Langkah Pertama
Mendefinisikan masalah (pada kesempatan yang ada), Expert Systems (ES) dapat membantu dalam mendesain alur informasi pada eksekutif (misalnya, bagaimana untuk memonitor, kapan waktu untuk memonitor) dan dalam penginterpreasian informasi. Disebabkan beberapa informasi bersifat fuzzy, maka kombinasi antara Expert Systems (ES) tentu akan membantu. Seluruh area dari proses scanning, monitoring, forecasting, (misalnya perubhaan zaman/tren) dan penginterpretasian sangat dibantu oleh adanya komputerisasi. Demikian juga halnya pada Natural Language Processors (NLP) akan berguna dalam menyimpulakan sebuah informasi didalamnya.
2.    Langkah Kedua
Menganalisis masalah. Sesekali suatu masalah (kesempatan) teridentifikasi, pertanyaan selanjutnya adalah apa yang harus di kerjakan dengan hal ini ? Disinilah langkah analisis berperan. Analisis bisa bersifat kualitatif ataupun kuantitatif (kombinasinya). Analisis kuantitatif di dukung oleh Decision Support Systems (DSS) dan tool – tool analsis kuantitatif. Sedangkan untuk analisis kualitatif di dukung oleh Expert Systems (ES).
3.    Langkah Ketiga
Memilih solusi. Pada langkah ini, keputusan dibuat dengan memperhatikan masalahnya (kesempatan) berdasarkan hasil dari analisis. Langkah ini didukung oleh Decision Support Systems (DSS), jika pengambilan keputusan dilakukan oleh seseorang, atau jika keputusan dibuat oleh sekelompok orang Group Decision Support Systems (GDSS).
4.    Langkah Kempat
Implemantasi solusi. Pada langkah ini, keputusan untuk mengimplementasikan solusi tertentu dilakukan, Decision Support Systems (DSS) atau Expert Systems (ES) dapat mendukung dan berperan pada langkah ini.

Gambar 2.5 Proses Pengambilan Keputusan Secara Terkomputerisasi
Sumber : Teknik Pengambilan Keputusan, Johannes Supranto, 1998
 

2.1.13. Menentukan Gaya Pembuat Keputusan
Gaya pembuatan keputusan menggunakan perameter gaya pembuatan keputusan yang didasarkan pada cara dimana informasi dikumpulkan, diproses, dan digunakan, serta bagaimana informasi dikomunikasikan dan diterapkan. Gaya pembuatan keputusan tersebut berhubungan dengan keterbukaan dan ketertutupan sistem organisasi. Jika informasi dapat mengalir bebas, maka peluang untuk menggunakan bantuan keputusan dan analisis sistem bisa lebih besar. Jika informasi tepat waktu sulit diperoleh, suatu organisasi bisa mendorong menuju gaya yang heuristik.
Dalam penyelesaian suatu masalah terdapat tiga fase penyelesaian masalah yaitu :
1.      Kecerdasan
Kecerdasan adalah kesadaran mengenai suatu masalah atau peluang. Dalam hal ini, pembuat keputusan berupaya mencari lingkungan bisnis internal dan eksternal, memeriksa keputusan-keputusan yang yang perlu dibuat, dan masalah-masalah yang perlu diatasi. Atau peluang-peluang yang perlu dipertimbangkan. Kecerdasan berarti kecerdasan aktif dan akan perubahan-perubahan di lingkungan yang menuntut dilakukannya tindakan-tindakan tertentu.
2.      Perancangan
Dalam fase perancangan, pembuat keputusan merumuskan suatu masalah dan menganalisis sejumlah solusi alternatif.
3.      Pemilihan
Dalam pemilihan fase ini, pembuat keputusan memilih solusi masalah atau peluang yang ditandai dalam fase kecerdasan. Pemilihan ini diikuti dari analisis sebelumnya dalam fase perancangan dan memperkuatnya lewat informasi-informasi yang diperoleh dalam fase pemilihan.

2.2   Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu proses mengembangkan suatu score numerik untuk me-ranking alternatif keputusan-keputusan yang didasarkan pada bagaimana setiap alternatif tersebut dalam memenuhi kriteria Decision Maker. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970an dan mulai dipelajari dan dikembangkan sejak saat itu. AHP membantu orang-orang dalam mengambil sebuah keputusan yang kompleks. Metode ini digunakan di dunia dengan berbagai macam situasi pengambilan keputusan seperti contohnya pemerintahan, bisnis, industri, kesehatan, dan pendidikan. Pengambilan keputusan dengan metode AHP memungkinkan untuk memandang permasalahan dengan kerangka berpikir yang tertata, sehingga pengambilan keputusan menjadi efektif. Prinsip kerja AHP adalah menyerdahanakan masalah yang kompleks, yang terstruktur dan menata variabel dalam hirarki.
AHP menentukan tingkatan kepentingan setiap variabel, dan secara subjektif memberi numerik suatu variable tentang arti pentingnya secara relatife dibanding dengan variable lainnya secara berpasangan. Dari berbagai pertimbangan tersebut AHP melakukan sintesa untuk menentukan sintesa untuk menetapkan variable mana yang lebih memiliki prioritas yang lebih tinggi dan berperan untuk mempengaruhi sistem tersebut. AHP sangat cocok dan fleksibel digunakan untuk menentukan keputusan yang menolong seorang decision maker untuk mengambil keputusan yang kualitatif dan kuantitatif berdasarkan segala aspek yang dimilikinya.

2.2.1        Analytic Hierarchy Process sebagai Pengambil Keputusan

Manfaat dari penggunaan Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam pengambilan keputusan antara lain yaitu:
a.  Memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan penginderaan dalam menganalisis
      pengambilan keputusan.
b.   Memperhitungkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan dalam  membandingkan faktor-faktor yang ada.
c.  Memudahkan pengukuran dalam elemen.
d.  Memungkinkan perencanaan ke depan.




Tahap-tahap pengambilan keputusan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP) :
1.                                               1.   Tahap Pemahaman ( Inteligence Phace )
                                                  Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.
2.                                               2.   Tahap Perancangan ( Design Phace )
Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif tindakan/ solusi yang dapat diambil tersebut merupakan representasi kejadian nyata yang disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3.                                               3.   Tahap Pemilihan ( Choice Phace )
Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantara berbagai alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan /dengan memperhatikan kriteria–kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4.                                               4.   Tahap Impelementasi ( Implementation Phace )
Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.
Kelebihan metode AHP antara lain ( Badiru dengan buku AHP 1995) adalah:
a.   Struktur yang berhirarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih  sampai pada subkriteria paling dalam.
b.   Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
c.  Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitifitas    pengambilan keputusan.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-obyektif dan multi-kriteria yang berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki.






2.2.2    Jenis-jenis Analytic Hierarchy Process (AHP)
1.   Single-criteria
Pilih satu alternatif dengan satu kriteria. Pengambilan keputusan yang melibatkan satu/lebih alternatif dengan satu kriteria.
2.   Multi-criteria
Pengambilan keputusan yang melibatkan satu/lebih alternatif dengan lebih dari satu kriteria. Pilih satu alternatif dengan banyak kriteria.

2.2.3    Prosedur Analytic Hierarchy Process (AHP)
Pada dasarnya langkah-langkah prosedur dalam metode AHP meliputi :
1.        Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang di inginkan, lalu menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi. Penyusunan hirarki adalah dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas.
2.        Seperti gambar 2.6 berikut :

 








Gambar 2.6 : Struktur AHP
Sumber :  Johannes Suprapto M.A, Teknik Pengambilan Keputusan

3.      Menentukan prioritas elemen
a.         Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan bepasangan sesuai dengan kriteria yang diberikan.
b.         Matriks perbandingan berpsangan diisi menggunakan bilangan untuk mempresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lain.
4.      Sintesis
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disentesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :
a.         Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks.
b.         Membagi setiap nilai dari kolom yang bersangkutan untuk
memperoleh normalisasi matriks.
c.         Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
  1. Mengukur konsistensi
Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :
a.         Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya.
b.         Jumlahkan setiap baris
c.         Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
d.        Jumlahkan hasil bagi diatas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut λ maks.
  1. Hitung ConsistensY Index (CI) dengan rumus :
CI=( λ maks-n)/n
            Dimana n = banyaknya elemen
  1. Penilaian Kriteria Dan Alternatif (Comparative Judgement)
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan  menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal A1, A2, dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada gambar matriks di bawah ini :
Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan

A1
A2
A3
A1
1


A2

1

A3


1
Sumber :  Johannes Suprapto M.A, Teknik Pengambilan Keputusan

Dalam AHP ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode langsung (direct), yaitu metode yang digunakan untuk memasukkan data kuantitatif. Biasanya nilai-nilai ini berasal dari sebuah analisis sebelumnya atau dari pengalaman dan pengertian yang detail dari masalah keputusan tersebut. Jika si pengambil keputusan memiliki pengalaman atau pemahaman yang besar mengenai masalah keputusan yang dihadapi, maka dia dapat langsung memasukkan pembobotan dari setiap alternatif.
  1. Penentuan prioritas (pairwaise comparison)
Dalam pengambilan keputusan, hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pengambilan data ini diharapkan dapat mendekati nilai yang sesungggunhya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dilakukan dengan pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan (pairwaise comparison) sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen-elemen dan kriteria-kriteria yang ada. Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap tingkat seperti tabel berikut :
Tabel 2.2 : Sistem Urutan Prioritas (Ranking)
Intensitas kepentingannya
Defenisi
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya
Ddua elemen menyumbangnya sama besar padasifat itu
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya
5
Elemen yang satu esential atau sangat penting ketimbang elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat satu menyokong satu elemen atas elemen lainnya
7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9
Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen lainnya
Bukti yang menyokong  elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8
Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka apabila dibandingkan dengan suatu aktivitas j. Maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan aktivitas i.

Sumber : Saaty, TL the AHP Pittsburgh University Pers. 1990.P.97

Dari setiap matriks pairwise comparison dapat ditentukan nilai eigenvector untuk mendapatkan prioritas daerah (local priority). Oleh karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka global priority dapat diperoleh dengan melakukan sintesa di antara prioritas daerah. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut hierarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. Untuk memperoleh tingkat kepentingan relatif maka disusunlah matrik kriteria atau yang disebut dengan matriks pairwise comparison, misalnya matriks A. Angka di dalam baris ke-i dan kolom ke-j merupakan relative importance Ai dibandingkan dengan Aj. Digunakan skala 1-9.
  1. Konsistensi logis (Logical Consistency)
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio (CR) yang dirumuskan sebagai berikut:       
CR = CI / Random Consistency Index
CI = (Zmaks – n) / (n-1),  Zmaks = jumlah nilai matriks Ax matriks w Random consistency index = RI.
Suatu tingkat konsistensi yang tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR   semestinya tak lebih dari 10%. Jika tidak, penilaian yang telah dibuat mungkin dilakukan secara resmi random dan perlu direvisi. Matrik di atas kemudian dinormalisasi (jumlah kolom-kolomnya menjadi sama dengan satu), dengan cara membagi angka dalam masing-masing kolom dengan angka terbesar. Ini dilakukan untuk mencari perbandingan relatif antara masing-masing sub-kriteria yang disini dinamakan prioritas atau disebut juga eigen vector dari eigen value maksimum. Persentase masing-masing sub-kriteria diperoleh dengan cara membagi prioritas relatif antar sub-kriteria dengan angka terbesar. Persentase ini dicari dengan maksud untuk melihat pengaruh masing-masing sub-kriteria terhadap sub-kriteria yang pengaruhnya paling besar dan untuk digunakan dalam perhitungan mencari urutan prioritas penanganan bencana yang ditinjau secara umum. Untuk membuktikan apakah pendekatan di atas benar, maka akan dihitung nilai CR (consistency ratio), dimana nilai CR ≤ 10% mendapatkan nilai yang sah.
  1. Bobot Prioritas
Hasil perbandingan berpasangan AHP dalam bobot prioritas yang  mencerminkan relatif pentingnya elemen-elemen dalam hirarki. Terdapat tiga jenis bobot prioritas yaitu :
1.    Local Priority Weights (LPW), menyatakan relatif pentingnya sebuah   elemen dibandingkan dengan induknya.
2.    Average Priority Weights (APW), menyatakan relatif pentingnya sebuah elemen dibandingkan dengan satu set induknya.
3.    Global Priority Weights (APW), menyatakan relatif pentingnya sebuah elemen terhadap tujuan keseluruhannya.

2.2.4    Perhitungan AHP

Saaty (1993) menjelaskan bahwa elemen elemen pada setiap baris dari matriks persegi merupakan hasil perbandingan berpasangan. Setiap matriks pairwise comparison dicari eigen vektornya untuk medapat local priority. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai i untuk sama penting, sampai dengan 9 untuk sangat penting sekali. Berdasarkan susunan matriks perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah prioritas, yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen di dalam tingkat yang ada di atasnya. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dalam indeks konsistensi yang didapat dari rumus:
CI =     λmax- n               
                n-1
Keterangan:
λmaks  =  eigenvalue maksimum
n          =  ukuran matriks
Indeks konsistensi (C1), matriks random dengan skala penelitian 1 sampai dengan 9, beserta kebalikannya sebagai indeks random (R1). Berdasarkan perhitungan Saaty dengan 500 sampel, jika judgement numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, …, 1, 2, …, 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda.

Tabel 2.3 : Nilai Index Random
Ukuran matrik
1,2
3
4
5
6
7
8
9
10
Index random
0,0
0,58
0,9
1,12
1,24
1,32
1,42
1,45
1,49
Sumber : Saaty, TL the AHP Pittsburgh University Pers. 1990.P.97

Perbandingan antara C1 dan R1 untuk suatu matriks didefinisikan sebagai rasio konsistensi (CR). Untuk model AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensinya tidak lebih dari 0,1 atau sama dengan 0,1.
Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas melalui tahapan-tahapan berikut:
a.       Kuadratkan  hasil perbandingan berpasangan.
b.      Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi matriks.


2.2.5                                Cara efektif pengambilan keputusan dalam AHP
Pengambilan keputusan dengan metode AHP memungkinkan untuk memandang permasalahan dengan kerangka berpikir yang tertata, sehingga pengambilan keputusan menjadi efektif. Prinsip kerja AHP adalah menyederhakan masalah yang kompleks, yang terstruktur dan  menata variabel dalam hirarki. AHP menentukan tingkatan kepentingan setiap variabel dan secara subjektif memberi numerik suatu variabel tentang arti pentingnya secara relatif dibanding dengan variabel lainnya secara berpasangan. Dari berbagai pertimbangan tersebut AHP memerlukan sintesa untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi sistem tersebut. AHP juga dapat menangani masalah yang elemen-elemennya salaing tergantung dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linear.
AHP memberikan suatu skala untuk menunjukan hal-hal, menyujudkan metode penetapan prioritas dan melacak kosistensi logis dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas tersebut. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemen-elemen suatu sistem kedalam berbagai tingkat berlainan, mengelompokan unsur serupa dalam setiap tingkat dan memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk berbagai permasalahan yang tak terstruktur . AHP menuntun ke suatu perkiraan menyeluruh tentang kebaikan-kebaikan dan keburukan setiap alternatif, mempertimbangkan prioritas-porioritas realatif dan berbagai faktor, dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan organisasi dalam pengambilan keputusan. Hal-hal tersebut menjadikan metode AHP sebagai cara yang efektif dalam pengambilan keputusan dan dapat digunakan secara luas.

2.3.      Sejarah Marga-marga Karo
       Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di Sibayak International Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada Merga Silima, yaitu ;
1.      Ginting
2.      Karo-Karo
3.      Peranginangin
4.      Sembiring
5.      Tarigan
Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut. Adapun Merga dan Sub Merga serta sejarah, legenda, dan ceritanya adalah sebagai berikut :
  1. Merga Ginting
Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :


                    i.            Ginting Pase
Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting Pase dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita Lisan Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh bengkila (pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting Pase.
                  ii.            Ginting Munthe
Menurut cerita lisan Karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
                iii.            Ginting Manik
Ginting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
                iv.            Ginting Sinusinga
sejarah Ginting Sinusinga belum jelas, akan tetapi mereka adalah pendiri kampung Singa
                  v.            Ginting Seragih
Menurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10), Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
                vi.            Ginting Sini Suka
Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting, yakni :
i.                    Ginting Babo
ii.                  Ginting Sugihen
iii.                Ginting Guru Patih
iv.                Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
v.                  Ginting Beras
vi.                Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
vii.              Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
viii.            Ginting Ajar Tambun
ix.                Ginting Jadi Bata
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame, kecamatan Munte
              vii.            Ginting Jawak
Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
            viii.            Ginting Tumangger
Marga ini juga ada di Pak Pak, yakni Tumanggor.
                ix.            Ginting Capah
Capah berarti tempat makan besar terbuat dari kayu, atau piring tradisional Karo.

  1. Merga Karo-Karo
Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
a.       Karo-Karo Purba
Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan seorang ular.
Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
                                    i.            Purba: Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan
Kandibata.
                                     ii.     Ketaren : Dahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan Raya dan Batu Maler (referensi K.E. Ketaren).
                                   iii.     Sinukaban : Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban.
Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
i.           Karo-Karo Sekali : Karo-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
ii.         Sinuraya/Sinuhaji : Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
iii.       Jong/Kemit : Merga ini mendirikan kampung Mulawari.
iv.       Samura
v.         Karo-Karo Bukit
b.      Karo-Karo Sinulingga
Merga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga. Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
i.      Kaban : Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah
ii.    Kacaribu : Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
iii.  Surbakti : Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat di Gayo/Alas dan Pak Pak.
i.                    Karo-Karo Kaban : Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan
merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
ii.                  Karo-Karo Sitepu : Merga ini menurut legenda berasal dari
Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
iii.                Karo-Karo Barus : Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal
dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang Cuping) atau si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.
iv.                Karo-Karo Manik : di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat
Karo Manik.

  1. Merga Peranginangin
Merga Peranginangin terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
a.       Peranginangin Sukatendel
Menurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje
dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan
sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi
menjadi :
i.                    Peranginangin Kuta Buloh
Mendiami kampung Kuta Buloh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.



ii.                  Peranginangin Jombor Beringen
Merga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
iii.                Peranginangin Jenabun
Merga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang
mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang
dalam bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini
sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar,
tempat pertama nahkoda tersebut tinggal.
iv.                Peranginangin Kacinambun
Menurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-
kodon ke Kacinambun.
v.                  Peranginangin Bangun
Alkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang
ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano.
Merga ini juga pecah menjadi :
o Keliat: Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
o Beliter : Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
vi.                Peranginangin Mano
Peranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
vii.              Peranginangin Pinem
Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek moyang merga Sebayang dan Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
viii.            Sebayang
Nenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di
Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta
Gerat, Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan
lain-lain. Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
ix.                Peranginangin Laksa
Menurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di
Juhar.
x.                  Peranginangin Penggarun
Penggarun berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila
(suka/telep) guna membuat kain tradisional suku Karo.
xi.                Peranginangin Uwir
xii.              Peranginangin Sinurat
xiii.            Peranginangin Pincawan
xiv.            Peranginangin Singarimbun
xv.              Peranginangin Limbeng
Peranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan Karo.
xvi.            Peranginangin Prasi

  1. Merga Sembiring
Merga Sembiring secara umum membagi diri menjadi dua kelompok yaitu Sembiring yang memakan anjing dan Sembiring yang berpantang memakan anjing.
a.       Sembiring Siman Biang (Sembiring yang memakan biang (anjing))
i.          Sembiring Kembaren : Menurut Pustaka Kembaren, asal-usul
merga ini terdiri dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke
Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke
Kutungkuhen di Alas.
ii.        Sembiring Keloko : Menurut cerita, Sembiring Keloko
masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Merga Sembiring Keloko tinggal di Rumah Tualang, sebuah desa yang sudah ditinggalkan antar Pola Tebu dengan Sampe Raya. Merga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya dan Limang.
iii.      Sembiring Sinulaki : Sejarah merga Sembiring Sinulaki
dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren, karena mereka masih dalam satu rumpun. Merga Sinulaki berasal dari Silalahi.
iv.      Sembiring Sinupayung
Merga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri.
Keempat merga ini boleh memakan anjing sehingga disebut  Sembiring Siman Biang.
b.      Sembiring Singombak
Adalah kelompok merga Sembiring yang menghanyutkan abu-abu jenasah keluarganya yang telah meninggal dunia dalam perahu kecil melalui Lau Biang (Sungai Wampu).
Adapun kelompok merga Sembiring Singombak tersebut adalah sebagai berikut :
i.                    Sembiring Brahmana
ii.                  Sembiring Guru Kinayan
iii.                 Sembiring Colia
iv.                 Sembiring Muham
v.                   Sembiring Pandia
vi.                 Sembiring Keling
vii.               Sembiring Depari
viii.       Sembiring Bunuaji
ix.           Sembiring Milala
x.             Sembiring Pelawi
xi.           Sembiring Sinukapor
xii.         Sembiring Tekang

  1. Merga Tarigan
Ada cerita lisan (Darwin Prinst, SH. Legenda Merga Tarigan dalam bulletin KAMKA No. 010/Maret 1978 ) yang menyebutkan merga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang berubah mejadi Danau Toba sekarang. Adapun cabang-cabang dari merga Tarigan ini adalah sebagai berikut :
a.              Tarigan Tua : kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen
b.             Tarigan Bondong : di Lingga
c.              Tarigan Jampang : di Pergendangen
d.             Tarigan Gersang : di Nagasaribu dan Beras Tepu
e.              Tarigan Cingkes : di Cingkes
f.              Tarigan Gana-gana: di Batu Karang
g.             Tarigan Peken : di Sukanalu dan Namo Enggang
h.             Tarigan Tambak : di Kebayaken dan Sukanalu
i.               Tarigan Purbadi Purba
j.               Tarigan Sibero di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga
k.             Tarigan Silangit di Gunung Meriah (Deli Serdang)
l.               Tarigan Kerendam di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana
m.           Tarigan Tegur di Suka
n.             Tarigan Tambun di Rakut Besi dan Binangara
o.             Tarigan Sahing di Sinaman